Jumat, 30 April 2021

REVIEW BUKU SAYAP-SAYAP PATAH - KAHLIL GIBRAN

 

Cover Buku Sayap-Sayap Patah
(Sumber : Gramedia)

Judul Buku : Sayap-Sayap Patah

Penulis : Kahlil Gibran

Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia

Tebal :  148 halaman

Tahun Terbit : 2016

Kategori : Fiksi, Sastra

My Rated : 4/5


Hallo, Sobat Reader ! Kali ini aku mau mengulas karya sastra yang sudah mendunia, yang pernah aku baca di IPUSNAS. Judulnya Sayap-Sayap Patah ditulis oleh Kahlil Gibran ! 


#DESKRIPSI

Sayap-sayap Patah adalah karya terindah Gibran, mengisahkan takdir yang mematahkan sayap-sayap cintanya. Kasihnya yang tak sampai pada gadis Prancis, juga kepada gadis Libanon yang kemudian terpaksa menikah dengan pendeta demi keamanan, dan pada pengarang wanita Mesir yang tak pernah dilihatnya, merupakan rentetan yang mengharukan, mendalam, dan penuh makna. Kahlil Gibran melukiskan duka cita percintaannya dengan penyelesaiannya yang khas: kemurungan puitis, kehalusan budi, dan kedalaman falsafi, liris mengiris, sendu yang seakan-akan mengatasi kodrat manusiawi.


#ULASAN

“Kalau karyanya The Prophet (Sang Nabi) merebut daftar best seller dunia selama empat puluh tahun dan dianggap buku Gibran yang terbaik dalam bahasa Inggris, maka Al-Ajnihah al-Mutakassirah (Sayap-sayap Patah) berhasil menduduki daftar best seller dunia lebih lama daripada yang dapat dicapai oleh The Prophet dan merupakan karya Gibran terbaik dalam bahasa Arab”, kata Sang penerjemah, Ruslan Shiddieq, dalam pengantarnya.

Berbeda dari buku Sang Nabi yang sarat akan nilai-nilai kebajikan, dalam buku ini kita akan menjumpai romantisme kisah cinta Kahlil Gibran yang harus berakhir tragis.  Sayap-sayap patah adalah novel yang mengisahkan kisah cinta sepasang kekasih yang indah dan menggelora, namun berakhir dengan duka nestapa.

Kisah bermula ketika Kahlil Gibran berkunjung ke rumah sahabat karib ayahnya, Farris Effandi Karamy. Kemudian lelaki itu bercerita tentang masa mudanya bersama ayah Gibran. Farris Effendi memiliki seorang anak perempuan bernama Selma Karamy. Perjumpaan pertama kali antara Gibran dan Selma ini berbuah perasaan cinta yang dilukiskan dengan epik:


“Selma Karamy adalah wanita pertama yang membangkitkan jiwaku dengan kecantikannya serta membimbingku ke dalam taman cinta kasih yang luhur, tempat hari-hari berlalu laksana mimpi dan malam-malam bagaikan perkawinan.”


Selma memberi warna baru dalam kehidupan Gibran. Kini hari-harinya terisi dengan rasa kasih sayang, kerinduan dan kebahagiaan. Namun itulah awal dari penderitaannya. Cinta yang penuh kasih dan impian besar tentang kebahagiaan itu harus sirna seketika. Kasta, tradisi, politik, dan ketidakadilan menjadi penghalang bagi keduanya untuk bersatu.

Selain kisah cinta diatas, dalam novel ini juga mengangkat nasib perempuan yang hidup di zaman tersebut. Ketidakadilan, penindasan, kesewenang-wenangan, kekuasaan dengan kedok agama melahirkan aturan tradisi masyarakat yang sangat membelenggu. Kahlil Gibran memang sangat hebat dalam merangkai kata. Kata-katanya seakan mengandung sihir, begitu indah dan mengagumkan. Tidak mengherankan kalau novel ini menjadi salah satu karya fenomenal dari Gibran. 


“Jiwa yang duka menemukan ketenteraman manakala bersatu dengan sesamanya. Jiwa-jiwa itu bersatu dalam kebersamaan rasa, seperti seorang asing yang bergirang hati manakala ia bertemu orang asing lainnya di negeri asing. Segala hati yang disatukan lewat dukacita takkan terpisahkan oleh kemenangan rasa bahagia. Cinta yang dibasuh oleh air mata akan tetap murni dan indah senantiasa.”

-Kahlil Gibran-


Kamis, 29 April 2021

REVIEW BUKU SANG NABI - KAHLIL GIBRAN

 

Cover Buku Sang Nabi
(Sumber : Gramedia)

Judul Buku : Sang Nabi

Penulis : Kahlil Gibran

Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia

Tebal :  142 halaman

Tahun Terbit : 2016

Kategori : Fiksi, Sastra

My Rated : 4/5


Hallo, Sobat Reader ! Kali ini aku mau mengulas karya sastra yang sudah mendunia, yang pernah aku baca di IPUSNAS. Judulnya Sang Nabi ditulis oleh Kahlil Gibran ! 


#DESKRIPSI

"Sang Nabi—inilah buku yang kukira mengandung pemikiran seribu tahun yang lalu, tapi aku tidak dapat menuliskannya sebuah bab pun pada kertas hingga akhir tahun lalu. Apa yang dapat kukatakan kepadamu tentang nabi ini? Ia penjelmaan kelahiranku kembali dan penghayatan yang pertama, satu-satunya pandanganku yang membuatku berharga berada di bawah sinar matahari. Nabi ini sudah “tertulis” sebelum aku berusaha “menulis”-nya, yang telah menciptakan aku sebelum aku menciptakannya, dan dengan diam-diam mengajakku pergi mengikutinya sejauh dua puluh satu ribu mil sebelum ia muncul di depanku dan menyatakan keinginannya dan niatnya.”

-Kahlil Gibran dalam Surat-surat Cinta kepada May Ziadah.


#ULASAN

Kahlil Gibran adalah pria asal Lebanon yang mendunia atas romantisme dalam kesusastraannya. Lahir pada 6 Januari 1883, Kahlil Gibran besar dalam keluarga Kristen Maronit di Besharri, Lebanon. 

Sang Nabi adalah buku Kahlil Gibran yang paling terkenal dan telah diterjemahkan dalam puluhan bahasa. Buku ini bahkan telah diadaptasi ke dalam film animasi yang diberi judul Kahlil Gibran’s The Prophet.

Sang Nabi nampaknya merupakan puncak pencapaian Gibran dalam kepenulisannya, hal ini terlihat dari pernyataan:

“Aku kira aku tak pernah ada tanpa Sang Nabi sejak pertama kali aku membayangkan buku itu kembali di Gunung Lebanon. Dia nampaknya telah menjadi separuh dariku.”

Terbitnya buku ini memiliki kisah unik tersendiri. Awalnya Sang Nabi ditulis pada saat Kahlil Gibran berumur 15 tahun, kemudian di¬revisi pada usia 20 tahun ke da¬lam bahasa Arab dan lalu dibawa kepada ibunya yang sedang sakit. Sang Ibu kagum dengan karya Gibran, namun meyarankan agar tidak dipublikasikan dulu. Baru pada tahun 1923 Sang Nabi diserahkan kepada penerbit setelah ditulis ulang pada tahun 1917-1922. Atau lebih tepatnya pada saat Kahlil Gibran telah berusia 40 tahun. Artinya selama 20 tahun Kahlil Gibran telah dengan sabar menanti sesuai dengan saran ibunya.

Sang Nabi dikemas dalam bentuk dialog dengan kalimat puitisnya yang indah. Dari dialog ini berisi ajaran-ajaran kebajikan yang tercermin dari jawaban-jawaban Al Mustafa -Sang Nabi atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh penduduk. Penduduk ini terdiri dari bermacam-macam latar belakang, seperti pendeta, penyair, ahli hukum, dan lainnya. Wujud-wujud itu adalah manifestasi dari Kahlil Gibran yang waktu itu kehidupannya penuh kesulitan dan rintangan sehingga membutuhkan sosok yang bisa menemaninya dan memberi nasihat-nasihat bijak. 

Nilai-nilai dalam buku ini bisa dibilang sebuah ‘jalan baru’ dari semua nilai yang sudah mapan baik itu sosial, bu¬daya, politik, pendidikan, bahkan agama. Salah satu contohnya tentang hubungan anak dengan orangtua yang dalam konsep Sang Nabi mempunyai otoritas penuh da¬lam menentukan masa depannya. Sedangkan orang tua dilarang mengintervensinya, bahkan sekecil apa pun. Seperti terlihat dalam kalimat berikut, 


“…Berikan mereka kasih sayangmu, tapi jangan sodorkan bentuk pikiranmu, sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri…Engkau boleh berusaha menyerupai mereka, namun jangan membuat mereka menyerupaimu…”


Bahasa yang digunakan indah, tidak berbelit dan kualitas terjemahannya pun sangat baik sehingga mudah memahami maknanya. Sang Nabi cocok sebagai refleksi tentang hakikat kehidupan yang bisa dinikmati dengan sekali duduk.


“Berikan hatimu, namun jangan saling menguasakannya, Sebab hanya Tangan Kehidupan yang akan mampu mencakupnya. Tegaklah berjajar, namun jangan terlampau dekat: Bukankah tiang-tiang candi tidak dibangun terlalu rapat?”

-Kahlil Gibran-

Sabtu, 24 April 2021

REVIEW BUKU MUHAMMAD PROPHET FOR OUR TIME


 

Judul Buku : Muhammad Prophet For Our Time

Penulis : Karen Armstrong

Penerbit : Mizan

Tebal :  258 halaman

Tahun Terbit : 2007

Kategori : Non-Fiksi, Biografi, Agama

My Rated : 4/5


Hallo, Sobat Reader ! Kali ini aku mau mengulas buku biografi Nabi Muhammad Saw. yang ditulis oleh Karen Armstrong.  


#DESKRIPSI

Karen Armstrong adalah penulis yang telah menghasilkan karya-karya gemilang tentang berbagai tradisi agama. Dalam setiap tulisannya, dia menampakkan kepiawaiannya menampilkan kajian yang rumit menjadi bahasan yang memikat dan mudah dimengerti. Penulis yang bermukim di Inggris itu kini menampilkan biografi Nabi Muhammad, yang tentunya membawakan tafsiran yang baru dan mengejutkan yang selalu menjadi kekhasannya.

Biografi Nabi Muhammad ini ditulis Karen pertama kali sebagai respons terhadap fatwa Ayatullah Khomeini terhadap Salman Rushdie. Hingga saat itu, kebanyakan literatur Barat menggambarkan Muhammad entah sebagai orang suci yang sempurna atau sebagai penipu ulung. Armstrong berdiri di tengahnya: Muhammad ditampilkannya sebagai seorang luar biasa berbakat, pemberani, dan kompleks. Diperlihatkannya pula betapa karakter dan ide-ide Nabi demikian kuat untuk mengubah sejarah secara drastis dan menarik jutaan pengikut.

Dengan mahir Karen menjalinkan di dalam narasinya jejak-jejak awal sejarah panjang permusuhan Barat terhadap Islam. Ditulis dengan riset yang kuat dan berdasarkan sumber-sumber yang berimbang, penggambaran Karen tentang Nabi dengan latar kehadirannya tentu dapat pula mencerahkan pembaca dengan pemahaman baru tentang kejadian-kejadian modern di kancah politik internasional.


#ULASAN

Sebagai seorang muslim yang terbiasa mendengar atau membaca biografi Nabi Muhammad dari kisah-kisah populer, ketika membaca tulisan Karen Armstrong ini aku mulanya merasa tidak nyaman. Perasaan itu muncul karena adanya cara penyampaian yang berbeda. Jika pada kisah-kisah populer, penuh pengagungan dan hampir tidak ada kritik yang diajukan, sedangkan di buku ini Karen Armstrong dengan berani menyampaikan pandangan kritisnya tentang Nabi Muhammad. 


“Muhammad benar-benar berpeluh dalam upayanya untuk menghadirkan kedamaian di dunia Arab yang tercabik oleh perang, dan kita butuh orang yang siap untuk melakukan hal tersebut pada hari ini. Hidupnya merupakan kampanye tanpa lelah untuk melawan ketamakan, kezaliman, dan keangkuhan.”

-Karen Armstrong-


Namun, setelah selesai membaca buku ini, aku mahfum dengan Karen yang menempatkan Nabi Muhammad tidak dalam posisi terlalu memuji dan tidak juga mencelanya. Sebagai orang yang menerima pendidikan Katolik dan tumbuh dalam lingkungan dengan kebudayaan Barat, ia konsisten mengajak dunia Barat untuk memahami Muhammad tanpa prasangka dan kebencian. Hal ini yang membuat aku kagum dengan Karen Armstrong. 


“Muhammad bukanlah seorang yang kejam. Kita mesti mendekati kehidupannya dalam cara yang seimbang agar dapat mengapresiasi capaian-capaiannya yang besar. Memelihara prasangka yang tak akurat bisa merusak toleransi, kebebasan, dan bela rasa yang semestinya mencirikan budaya Barat.”

-Karen Armstrong-


Karen menceritakan kisah Nabi Muhammad dalam buku yang tidak sampai 300 halaman ini dengan gaya naratif yang tidak membosankan. Peristiwa-peristiwa penting mulai dari kelahiran sampai wafatnya Nabi Muhammad disampaikan dengan beberapa sudut pandang. Jadi, kita tidak hanya membaca sosok Muhammad dari sisi kenabiannya, tetapi juga dari sudut pandang kemanusiaan, sosiokultural dan sosioantropologinya. Perihal rujukan, sebagian besar ia mengambil dari kitab-kitab klasik. Pada bagian ini aku tidak berani menilai apakah ada atau tidak kisah yang tidak “shahih” di buku ini ? 

Secara keseluruhan, aku suka dengan gaya bercerita Karen yang bisa membawa pembacanya memahami konteks zaman ketika Rasulullah hidup. Karena memang sangat penting untuk melihat kondisi yang Rasulullah hadapi sehingga pembaca bisa mengetahui apa yang hendak beliau capai. Seringkali Karen memasukkan prasangka-prasangka buruk dari dunia Barat terhadap Nabi Muhammad yang kemudian ia luruskan. Kesan kuat yang muncul dari buku ini adalah Nabi Muhammad  digambarkan sebagai sosok pembaharu yang berdedikasi untuk mengubah zaman yang penuh dengan permusuhan menjadi sebuah perdamaian. Well, setelah membaca sirah nabi karya penulis Barat, supaya berimbang selanjutnya aku mau membaca sirah nabi karya ilmuwan muslim.


“Jika kita ingin menghindari kehancuran, dunia Muslim dan Barat mesti belajar bukan hanya untuk bertoleransi, melainkan juga saling mengapresiasi. Titik berangkat yang baik adalah dan sosok Muhammad: seorang manusia yang kompleks, yang menolak kategorisasi dangkal yang didorong oleh ideologi, yang terkadang melakukan hal yang sulit atau mustahil untuk kita terima, tetapi memiliki kegeniusan yang luar biasa dan menyebarkan sebuah agama dan tradisi budaya yang didasarkan bukan pada pedang, melainkan pada "Islam", berarti perdamaian dan kerukunan.”

-Karen Armstrong-







Jumat, 23 April 2021

REVIEW BUKU RADEN AJENG KARTINI - WAHJUDI DJAJA

 


Judul Buku : Raden Ajeng Kartini

Penulis : Wahjudi Djaja

Penerbit : Cempaka Putih

Tebal :  48 halaman

Tahun Terbit : 2018

Kategori : Non-Fiksi, Sejarah

My Rated : 4/5


Hallo, Sobat Reader ! Tepat hari ini, 21 April, bangsa Indonesia memperingati “Hari Kartini.” Tentu ada sejarah dibalik penetapan 21 April sebagai peringatan Hari Kartini. Dalam sejarah Indonesia, Kartini dikenal sebagai pahlawan yang berjasa dalam mengangkat derajat perempuan. Kartini lahir dan hidup di tengah-tengah tradisi feodal yang membuatnya terkungkung. Dalam keterkungkungan itu, beliau menolak diam. Lalu bagaimana jalan perjuangan yang beliau ambil ? 

Beruntung sekali aku menemukan “hidden gems” di IPUSNAS yang berjudul Raden Ajeng Kartini karya Wahjudi Djaja ini. Buku dengan tebal 48 halaman ini adalah rangkuman perjuangan Kartini dalam mengangkat derajat perempuan. Konsepnya sangat unik, dengan gaya naratif yang singkat dan jelas, penulis menyajikannya dalam dua bahasa, yaitu Indonesia dan Inggris. Buku ini juga penuh dengan gambar dan foto yang aku jamin bakal membuat pembacanya nyaman. 

Meskipun singkat, tetapi cukup untuk menggambarkan kehidupan Kartini dari lahir sampai meninggal. Buku ini dibuka dengan gambaran tentang keadaan Jepara di masa kolonial. Pada masa itu, perempuan tidak mempunyai hak apapun, bukan merupakan faktor penentu dan tidak memiliki harkat martabat. Dalam era seperti itulah Kartini lahir.

Kemudian pembaca diajak mengenal kepribadian ibu dan ayah Kartini dan bagaimana ia tumbuh menjadi perempuan yang tangguh.  Meskipun memiliki darah bangsawan, Kartini justru tumbuh dengan kepekaan sosial yang tinggi. Cahaya Kartini ini semakin terlihat justru ketika ia ‘terisolasi’. Adat dan tradisi Jawa memaksanya untuk dipingit setelah lulus dari ELS (setara SD ?). 

Dalam keterkungkungan ini, Kartini mengisi hari-harinya dengan membaca buku dan majalah, salah satunya Max Havelaar. Ia juga mencoba menulis, dan tulisannya tentang emansipasi wanita pernah dimuat di De Hollandsche Lelle. Dari tulisannya ini, nama Kartini kemudian mendapat perhatian dari orang Belanda. Singkatnya, ia lalu memiliki sahabat orang Belanda dan secara intens berkorespondensi dengan mereka melalui surat. Kumpulan surat ini kelak dihimpun menjadi karya yang fenomenal, Habis Gelap Terbitlah Terang.

Selain memperjuangkan emansipasi wanita lewat tulisan, Kartini juga kerap ‘memprotes’ adat feodal lewat tingkah lakunya dan terus menerus menyuarakan pentingnya pendidikan bagi perempuan. Ia juga punya keinginan mendirikan sekolah, yang akhirnya baru terwujud beberapa tahun setelah beliau meninggal. Dari buku ini selain mengingat sejarah perjuangan Kartini, kita juga bisa memetik pelajaran yang berguna bagi kehidupan, khusunya bagi perempuan. 

Selamat Hari Kartini !

21 APRIL 2021

Kamis, 22 April 2021

REVIEW BUKU PARA PENGGERAK REVOLUSI - L. SANTOSO A. Z.

 


Judul Buku : Para Penggerak Revolusi

Penulis : L. Santoso A. Z.

Penerbit : Laksana

Tebal :  528 halaman

Tahun Terbit : 2017

Kategori : Non-Fiksi, Sosial-Politik

My Rated : 4/5


Hallo, Sobat Reader ! Dalam kehidupan, perubahan adalah sebuah keniscayaan. Kita bisa berkaca kepada diri sendiri selama menjalani kehidupan ini. Apakah kita yang saat ini sama dengan kita yang dulu ? Jawabannya sudah pasti tidak. Berbicara tentang perubahan, tentunya terjadi dalam semua lini kehidupan. Tidak terkecuali dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bangsa yang tidak mau berubah ditengah kemajuan zaman, akan tertinggal dari bangsa lain. Sejarah mencatat, salah satu jalan perubahan itu adalah revolusi.

Revolusi dalam sebuah negara merupakan perubahan sosial dan budaya yang berlangsung secara cepat. Dalam revolusi, perubahan dapat direncanakan atau tidak direncanakan terlebih dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan. Revolusi bisa menjadi penanda perubahan terjadinya era baru dalam sebuah negara.

Salah satu faktor sentral dalam proses revolusi yaitu adanya aktor atau para penggerak yang memiliki pengaruh luas. Kiprah para tokoh penggerak revolusi ini tentu tidak bisa dipisahkan dari konteks sejarah yang melingkupinya. Lalu, seperti apa biografi, proses suka-duka kehidupan yang membentuk pribadi revolusioner, kemampuan menggerakkan masyarakat dan menentukan momentum dari para tokoh revolusi ini ? Jawaban dari pertanyaan ini menurutku sudah terangkum dengan jelas dalam buku “Para Penggerak Revolusi” karya Lukman Santoso ini.

Buku setebal 528 halaman ini dibagi menjadi 12 bab yang setiap babnya membahas revolusi di suatu negara. Revolusi itu antara lain terjadi di Perancis, Inggris, Amerika, Rusia, Tiongkok, Iran, Jepang, India, Afrika Selatan, Turki dan Kuba. Setelah membahas seperti apa revolusi yang terjadi secara singkat, penulis kemudian membedah peran tokoh-tokoh penting dibalik revolusi itu. Peran dari para tokoh ini tentu berkaitan dengan keberhasilan revolusi dan dampak yang terjadi setelahnya. Untuk itu, sebagai penutup dari setiap bab, penulis menganalisis bagaimana revolusi itu berdampak pada kemajuan baik pada negara tersebut maupun pada dunia.

Aku suka dengan penulis yang konsisten untuk bersikap objektif ketika membahas sejarah, seperti yang ditunjukkan Lukman Santoso dalam buku ini. Membahas sejarah revolusi, tidak bisa lepas dari banyaknya pertumpahan darah, pertarungan ideologi dan isu-isu lain yang mengundang penilain subjektif tiap orang. Namun, dalam buku ini tidak akan menyinggung itu, penulis menyerahkan sepenuhnya kepada para pembacanya. Dari setiap tokoh revolusioner ini kita akan belajar tentang kepribadian unggul, dedikasi terhadap suatu nilai, pencapaian dan detail-detail lainnya yang membuat mereka menjadi inspiasi bagi banyak orang.


“Janganlah Anda mau digenggam dunia sehingga Anda tenggelam dalam kesulitan-kesulitannya, akan tetapi letakkanlah dunia itu di dalam genggaman tangan Anda sehingga Anda bisa mengguncangkannya sesuka hati.”

-Mahatma Gandhi-

Minggu, 18 April 2021

REVIEW BUKU THE LIFE CHANGING MAGIC OF TIDYING UP - MARIE KONDO

 

Cover Changing Magic of Tidying Up
(Sumber : Gramedia)


Judul Buku : The Life-Changing Magic of Tidying Up

Penulis : Marie Kondo

Penerbit : Bentang Pustaka

Tebal :  206 halaman

Tahun Terbit : 2016

Kategori : Non-Fiksi, Tips & Trik

My Rated : 4/5


Hallo, Sobat Reader ! Kali ini aku mau mengulas buku tentang ‘beres-beres’ yang kebetulan selesai aku baca di awal Ramadhan 2021 ini. 


#DESKRIPSI

"Marie Kondo telah memosisikan diri sebagai seorang master berbenah, kesatria yang berperang melawan situasi berantakan." -The London Times

Walaupun sudah susah payah merapikan rumah, apakah kertas-kertas terus saja bertumpuk dan pakaian harus terus Anda jejal-jejalkan di lemari? Kenapa kita tidak bisa menjaga kerapian rumah?

Konsultan berbenah asal Jepang, Marie Kondo, memperkenalkan metode merapikan yang ampuh tiada duanya, KonMari. Keampuhan metode yang kini semakin marak diterapkan di Jepang dan telah dikemas dalam program televisi laris,Tidy Up with KonMari! ini, telah menular ke seluruh dunia. Saking ampuhnya, tak seorang pun klien Kondo kembali ke kebiasaan berantakan (dan calon kliennya harus masuk daftar tunggu selama tiga bulan).

Beruntunglah, melalui buku ini Anda berkesempatan:

  • Menjadi klien jarak jauh Kondo, menentukan barang-barang mana saja di rumah Anda yang membangkitkan kegembiraan dan mana yang tidak.
  • Memulai kebiasaan berbenah yang efektif dengan sistem berbenah berdasarkan kategori.
  • Membabat habis situasi berantakan, hingga menikmati efek ajaib dari rumah yang rapibeserta pikiran damai yang mengikutinya.


#REVIEW

Semenjak kuliah daring, aku jadi lebih banyak menghabiskan waktu di kamar. Dari situ aku jadi ngerasa kalau kamarku ternyata semakin berantakan. Padahal, sudah sering juga aku beres-beres kamar, tapi tidak lama kemudian berantakan lagi. Setelah membaca buku karya Marie Kondo dengan judul The Life-Changing Magic of Tidying Up ini, aku tersadar ternyata mindset ‘beres-beres’ ku selama ini salah. 

“Daripada beres-beres seisi kamar sekaligus, lebih baik beres-beres sedikit demi sedikit ketika menyadari ada yang berantakan, barulah diberesin, toh nanti juga berantakan lagi.” Tidak, tidak, justru inilah titik masalahnya kenapa kamarku selalu berantakan wkwk. Kemudian aku dibuat merenung dengan kalimat Marie di bab pertama, “Kita tidak bisa merubah kebiasaan jika cara pikir kita belum berubah.”

Duarrr, aku jadi semakin penasaran dengan metode KonMari dalam buku yang dikabarkan terjual lebih dari 5 juta copy ini. Selain mindset ‘beres-beres sekaligus’, dari buku ini aku juga belajar bagaimana cara untuk membuang barang. Loh apa susahnya kan tinggal dibuang ? Tidak semudah itu ferguso ! Bahkan Marie pun sudah tahu apa isi pikiran pembacanya, "Keengganan kita untuk membuang barang tertentu sejatinya hanya berakar pada dua penyebab: keterikatan pada masa lalu atau kecemasan akan masa depan". Nah, setelah membaca bab dua buku ini, aku jadi punya gambaran, mana barang yang pantas aku buang dan mana yang tidak. 

Lalu di bab ketiga, yang merupakan inti buku ini, kita diajak beres-beres dengan metode KonMAri. Disini Marie menjelaskan urut-urutan yang efektif dalam berbenah dan dampak ajaib yang bisa kita dapat.  Setelah berbenah, di bab keempat waktunya menyimpan dan menata barang-barang kita dengan apik. Jujur saja, tips-tips menyimpan ala KonMAri ini jarang sekali aku jumpai. Marie sangat yakin dengan membereskan rumah, kita akan jauh lebih bahagia karena rumah akan tertata rapi, nampak natural dan sederhana. Nah, kondisi natural itu bakal tercapai ketika kita hanya memiliki barang-barang yang kita butuhkan dan mendatangkan kebahagiaan. 

Over all, buku ini keren ! Isinya to the point, aplikatif dan dapat diterapkan dimana saja seperti rumah, kantor, kos-kosan dan sebagainya, karena Marie membahasnya secara umum. So, buat kalian yang merasa butuh referensi cara beres-beres yang efektif dan menyenangkan, buku ini solusinya !


“Ketika kita mengurangi barang yang kita miliki, dan men-detoks rumah, raga kita seolah turut terdetoksifikasi.”

-Marie Kondo-


Jumat, 16 April 2021

REVIEW BUKU PIRATES AND EMPERORS - NOAM CHOMSKY

 

Cover Pirates and Emperors
(Sumber : Mojokstore)

Judul Buku : Pirates and Emperors: Pelaku Terorisme Internasional yang Sesungguhnya

Penulis : Noam Chomsky

Penerbit : Bentang Pustaka

Tebal :  346 halaman

Tahun Terbit : 2017

Kategori : Sosial-Politik

My Rated : 4/5


Hallo, Sobat Reader ! Kali ini aku mau mengulas buku karya Noam Chomsky yang membahas tentang terorisme. Seperti yang kita tahu, beberapa hari lalu sempat ramai pemeritaan tentang kejadian bom bunuh diri di Makassar dan peristiwa penembakan ‘lone wolf’ seorang wanita di Mabes Polri. Kemudian perbincangan tentang terorisme, radikalisme, dan sebagainya menjadi topik hangat baik di media sosial, televisi maupun masyarakat.

Tema yang menjadi perbincangan pun beragam, mulai dari apakah teroris punya agama atau tidak ? Kenapa terorisme di Indonesia belum juga berakhir ? Kenapa hampir semua aksi teorisme 20 tahun terakhir dikaitkan dengan Al-Qaeda dan ISIS ? Tema-tema seperti ini bukan satu-dua kali kembali di bahas, tetapi setiap ada aksi teror selalu dan selalu menjadi pembahasan.

Tetapi aku cukup bosan dengan pembahasan diatas, karena sudah berbusa-busa solusi untuk mengatasinya, berkali-kali anggaran penanggulangan terorisme ditingkatkan, tetapi BNPT-POLRI-BIN masih juga kecolongan ?

Untuk mencari pembahasan lain tentang terorisme, aku jadi tertarik membaca buku dari Noam Chomsky berjudul Pirates and Emperors: Pelaku Terorisme Internasional yang Sesungguhnya. 


#Deskripsi

Santo Agustinus bercerita tentang seorang bajak laut yang ditangkap oleh Alexander Agung. Sang Kaisar pun mengajukan pertanyaan, “Kenapa kamu mengganggu keamanan di perairan ini?”

Bajak laut yang marah membalas pertanyaan itu dengan pertanyaan serupa, “Lalu kenapa kamu justru mengganggu keamanan di seluruh dunia? Hanya karena menyerang dengan kapal kecil, saya disebut pencuri; sementara kamu, yang mengobarkan perang dengan armada laut yang hebat, disebut sebagai Kaisar.”

Ilustrasi cerita Bajak Laut dan Sang Kaisar yang diangkat oleh Noam Chomsky dalam buku ini, menggambarkan secara tepat mengenai kampanye perang melawan terorisme yang digencarkan negara-negara Barat. Dengan dalih menjaga keamanan dan perdamaian, Amerika Serikat justru memimpin invasi berskala besar ke berbagai wilayah di dunia yang dianggap “mungkin punya” rencana untuk mencelakakan mereka “suatu saat nanti”.

Catatan-catatan Chomsky ini menjadi bukti yang terang benderang mengenai kejahatan internasional terselubung yang telah merenggut jutaan jiwa penduduk tak bersalah di berbagai belahan bumi. Sebuah catatan yang akan membuat kita kembali merenung: siapa sesungguhnya dalang teroris yang membuat hidup kita tak tenang belakangan ini ?

***


#Review

Chomsky merasa gerah ketika pemberitaan media tentang terorisme selalu menjadikan negara-negara Timur-Tengah adalah pihak yang sepenuhnya salah. Padahal, menurut penelitian Chomsky, sang teroris internasional yang sesungguhnya adalah Amerika Serikat. Kenapa begitu ?

Untuk menerangkan teorinya itu, dalam buku ini Chomsky menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan literal dan pendekatan propaganda. Pertama, dengan pendekatan literal, Chomsky menerangkan konsep yang mendasari terorisme, kemudian menyajikan contoh-contoh fenomena yang nantinya akan diuraikan penyebab dan cara penyelesaiannya. Dari sini, pembaca akan disuguhkan sebuah fakta dimana Amerika terlibat dalam berbagai aksi terorisme di dunia. Beberapa contohnya yaitu pembantaian warga sipil di Guatemala, pembantaian puluhan ribu warga sipil di El Savador, termasuk peran Amerika ‘meneror’ negara-negara Timur-Tengah.


“Sesuai aturan mainnya, dalam sejarah yang disterilkan, rakyat Palestina melakukan terorisme, orang Israel kemudian membalas, dengan lebih keras. Di dunia nyata, kebenaran sering kali agak berbeda, tidak mudah untuk mempelajari terorisme di Timur Tengah.”

-Noam Chomsky-


Kedua, dengan pendekatan propaganda, Chomsky menerangkan bahwa kata “Terorisme” dan “Pembalasan” seringkali terbalik posisinya. Dalam hal ini, Amerika yang berkali-kali menebarkan teror tidak bisa (tidak boleh ?) disebut sebagai Teroris, sedangkan ketika aksi teror dilakukan oleh orang atau kelompok yang lebih kecil dan korbannya tidak sebanyak apa yang dilakukan Amerika, secara langsung akan disebut Teroris. Maka, ilustrasi Bajak Laut dan Sang Kaisar sangatlah tepat menggambarkan skema “war on terror” yang selama ini digaungkan Amerika. Dengan dalih menjaga perdamaian dan keaamanan, seakan menjadi pembenaran untuk Sang Kaisar menginvasi negara lain, sebaliknya Si Bajak Laut akan selalu dianggap “musuh resmi” atau teroris. 


“Istilah ‘terorisme’ dan ‘aksi balasan’ juga memiliki arti khusus dalam sistem doktrinal. ‘Terorisme’ mengacu pada tindakan teroris oleh bajak laut, terutama orang Arab. Sedangkan tindakan teroris oleh kaisar dan sekutunya disebut ‘aksi balasan’ atau mungkin ‘serangan pendahuluan’ yang sah untuk mencegah terorisme”
-Noam Chomsky-


Well, Chomsky meskipun tinggal di Amerika, tetapi dia tidak sungkan menelanjangi Amerika dengan fakta-fakta yang sebenarnya bukan rahasia lagi, tetapi karena masifnya propaganda yang selama ini digaungkan, kekuatan ‘koalisi’ dari Amerika yang masih mendominasi dunia, ditambah Amerika memiliki hak veto di PBB, membuat semua fakta itu mudah dikaburkan.

Jadi, banyak hal yang aku dapat dari buku ini, antara lain sisi lain dari Sang Kaisar “Amerika”, bagaimana operasi psikologis dan cipta kondisi dari para elit politik maupun media tentang “war on terror” dan pastinya sejarah aksi-aksi terorisme di dunia. Good job, Chomsky !


“Kita sudah mencatat sepasang konsep : “ekstremis” dan “moderat”. Konsep yang terakhir (moderat) merujuk kepada mereka yang menerima posisi Amerika Serikat, sementara yang pertama kepada mereka yang menolaknya.”
-Noam Chomsky-

Senin, 12 April 2021

REVIEW BUKU TOP TEN SKILLS FOR MILLENNIALS - M. HUSNI SYARBINI

 

Cover Top Ten Skills for Millennials
(Sumber : Gramedia)

Judul Buku : Top Ten Skills For Millennials

Penulis : M. Husni Syarbini

Penerbit : Metagraf

Tebal :  62 halaman

Tahun Terbit : 2020

Kategori : Non-Fiksi, Self Improvement

My Rated : 3,5/5


Hallo, Sobat Reader ! Seperti yang sudah kita ketahui bahwa di era industry 4.0 ini selain menghadirkan banyak kemudahan bagi kita, tetapi di sisi lain juga penuh dengan kompleksitas dan ketidakpastian, Era ini menghadirkan persaingan yang semakin ketat, bahkan bukan hanya antar manusia tapi antara manusia dengan robot atau produk artificial intelligence lainnya. Untuk itu keahlian yang unik dan skil yang tepat, mutlak harus dimiliki untuk beradaptasi di era sekarang. 

Dalam buku Top Ten Skills For Millennials ini, Husni Syarbini menyajikan bacaan yang ringan namun berharga tentang sepuluh skill penting yang patut dikembangkan untuk menjadi manusia unggul dan bisa berkompetisi di era industry 4.0. Meskipun judulnya “for Millennials”, menurutku buku ini cocok dibaca semua generasi yang ingin sukses mengarungi masa depan yang penuh perubahan ini.


“Ten Skills for Millennials adalah modal awal bagi para millennial untuk mempersiapkan diri dan mengambil manfaat besar dari hadirnya industri 4.0. Buku yang sangat mudah dipahami, praktikal dan membumi.”

-Ir. Andi Hanif Mursid, M. M., M. B. A.-


Sepuluh keterampilan penting yang dibahas ini berdasarkan riset terbaru dari World Economic Forum. Kesemuanya dianggap penting untuk menghadapi perubahan yang penuh dengan Volatility, Uncertainty, Complexity and Ambiguity (VUCA). 

  • Pemecahan masalah yang kompleks
  • Berpikir kritis
  • Kreativitas
  • Manajemen manusia
  • Kerja sama dengan orang lain
  • Kecerdasan emosional
  • Penilaian dan pengambilan keputusan
  • Orientasi layanan
  • Negosiasi
  • Fleksibilitas kognitif


Diantara kesepuluh skill ini, aku sangat tertarik dengan pembahasan skill emotional intelligence / kecerdasan emosional. Pada era industri 4.0, kemampuan untuk mengelola emosi menjadi salah satu kompetensi penting, karena dimasa sekarang dan yang akan datang, akan muncul banyak robot-robot cerdas yang diprediksi akan menggantikan peran manusia. Namun, secerdas apapun program artificial intelligence, robot tetaplah robot tanpa emosi. Jadi, disini sangatlah penting bagi kita (manusia) mengembangkan sikap empati, simpati, tulus, toleransi, dan masih banyak lagi, yang itu semua hanya bisa dilakukan oleh manusia yang memiliki kemampuan untuk mengelola emosi. 

Tapi, bukankah tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti, manusia bisa menciptakan robot yang memiliki kecerdasan emosional ?

Buku yang bagus, pembahasannya singkat, jelas dan menarik, hanya saja menurutku lebih praktikal kalau diberi contoh konkritnya seperti apa. Penulis menutup buku ini dengan mengutip kalimat yang ciamik dari Elon Musk, “People don’t like change, but you need to embrace change if the alternative is disaster.”


“Keterampilan-keterampilan yang sangat dibutuhkan pada era yang akan datang merupakan keterampilan khusus yang tidak dapat digantikan oleh mesin, algoritme, dan robot.”

-M. Husni Syarbini-


Kamis, 08 April 2021

REVIEW BUKU CATATAN SEORANG DEMONSTRAN - SOE HOK GIE

 


Judul Buku : Catatan Seorang Demonstran

Penulis : Soe Hok Gie

Penerbit : LP3ES

Tebal :  385 halaman

Tahun Terbit : 1983

Kategori : Non-Fiksi

My Rated : 4/5


Hallo, Sobat Reader ! Kali ini aku mau mengulas salah satu buku fenomenal dari sosok intelektual muda bangsa Indonesia, Soe Hok Gie yang judulnya “Catatan Seorang Demonstran”.

 

#Deskripsi

‘Catatan Seorang Demonstran’ Sebuah buku tentang pergolakan pemikiran seorang pemuda, Soe Hok Gie. Dengan detail menunjukkan luasnya minat Gie, mulai dari persoalan sosial politik Indonesia modern, hingga masalah kecil hubungan manusia dengan hewan peliharaan. Gie adalah seorang anak muda yang dengan setia mencatat perbincangan terbuka dengan dirinya sendiri, membawa kita pada berbagai kontradiksi dalam dirinya, dengan kekuatan bahasa yang mirip dengan saat membaca karya sastra Mochtar Lubis.

“Gie”, banyak menulis kritik-kritik yang keras di koran-koran, bahkan kadang dengan menyebut nama. Dia pernah mendapat surat kaleng yang memaki-maki dia ” Cina yang tidak tahu diri, sebaiknya pulang ke negerimu saja”. Ibunya pun sering khawatir karena langkah-langkah “Gie” hanya menambah musuh saja.

“Soe Hok Gie” bukanlah stereotipe tokoh panutan atau pahlawan yang kita kenal di negeri ini. Ia adalah pecinta kalangan yang terkalahkan dan mungkin ia ingin tetap bertahan menjadi pahlawan yang terkalahkan, dan ia mati muda.

Semangat yang pesimis namun indah tercermin dimasa-masa akhir hidup juga terekam dalam catatan hariannya : “Apakah kau masih disini sayangku, bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu.”

 

#Ulasan

 "Catatan Seorang Demonstran” merupakan buku non-fiksi yang berisi catatan sehari-hari milik Soe Hok Gie (1942 - 1969), seorang aktivis mahasiswa, intelektual muda dan sosok yang berpegang pada idealismenya yang hidup di era orde lama. Sosok Gie adalah seorang mahasiswa warga keturunan Tionghoa. Gie memiliki sifat tegas, berani dan jujur, namun juga memiliki sisi melankolis dan humanis selayaknya pemuda pada umumnya.

Tahun 1966 terjadi pergerakan besar mahasiswa, gerakan ini didasari ketidakpuasan mahasiswa terhadap pemerintah Orde Lama, serta bentuk tanggung jawab moral mahasiswa sebagai agent of change terhadap masyarakat. Mendapat dukungan dan simpati dari masyarakat, gerakan ini berhasil meruntuhkan rezim orde lama (OrLa) dan digantikan dengan orde baru (OrBa).

Salah satu tokoh idealis dalam gerakan ini adalah Soe Hok Gie. Mahasiswa Fakultas Sastra, Universitas Indonesia yang menjadi panutan rekan-rekannya dalam pandangan idealismenya. Gie dipandang sebagai seorang mahasiswa dan aktivis yang tidak peduli dimusuhi atau didekati siapapun, asalkan pandangan idealismenya tercurahkan untuk negaranya.

Namun, setelah rezim OrLa runtuh, ia kembali kecewa, nampaknya ‘kebathilan’ tidak langsung musnah dengan turunnya Soekarno. Mungkin itulah risiko menjadi idealis, selalu punya celah untuk berkata ‘Tidak!’.

Dalam buku ini pembaca disuguhkan catatan-catatan Gie yang jujur, ekspresif, tegas dan realis tentang pemikiran dan ide-ide perjuangannya menegakkan ‘kebenaran’ yang menurutnya jauh lebih penting daripada kepopuleran. Selain itu juga ada kisah hidupnya semasa sekolah, salah satunya ketika ia berdebat dengan gurunya tentang sejarah dan sastra. Gie, sejak kecil memang sudah menaruh minat pada sejarah, sastra dan demokrasi.

Selain menginspirasi, buku ini juga membuat aku malu ! Malu dengan Gie yang sejak muda sudah mengambil sikap, walaupun harus menerima risiko tidak banyak yang ingin berada di sisinya. Sikapnya yang dianggap terlalu berangan-angan dengan menerapkan nilai-nilai yang melangit itu membuatnya seolah hidup sendiri, terkadang penuh kontradiksi, hingga mati pun pergi memeluk kesendirian.

Gie, pemuda yang mencintai gunung dan meninggal di atas gunung pula. Soe Hok Gie mati muda. Menghembuskan napas terakhir di kawah Mahameru, Gunung Semeru akibat gas beracun. Ketika membaca bagian ini, aku terbayang salah satu kutipan Soe Hok Gie tentang kata-kata seorang filsuf Yunani,


"Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan tersial adalah umur tua. Bahagialah mereka yang mati muda."