Judul Buku : Raden Ajeng Kartini
Penulis : Wahjudi Djaja
Penerbit : Cempaka Putih
Tebal : 48 halaman
Tahun Terbit : 2018
Kategori : Non-Fiksi, Sejarah
My Rated : 4/5
Hallo, Sobat Reader ! Tepat hari ini, 21 April, bangsa Indonesia memperingati “Hari Kartini.” Tentu ada sejarah dibalik penetapan 21 April sebagai peringatan Hari Kartini. Dalam sejarah Indonesia, Kartini dikenal sebagai pahlawan yang berjasa dalam mengangkat derajat perempuan. Kartini lahir dan hidup di tengah-tengah tradisi feodal yang membuatnya terkungkung. Dalam keterkungkungan itu, beliau menolak diam. Lalu bagaimana jalan perjuangan yang beliau ambil ?
Beruntung sekali aku menemukan “hidden gems” di IPUSNAS yang berjudul Raden Ajeng Kartini karya Wahjudi Djaja ini. Buku dengan tebal 48 halaman ini adalah rangkuman perjuangan Kartini dalam mengangkat derajat perempuan. Konsepnya sangat unik, dengan gaya naratif yang singkat dan jelas, penulis menyajikannya dalam dua bahasa, yaitu Indonesia dan Inggris. Buku ini juga penuh dengan gambar dan foto yang aku jamin bakal membuat pembacanya nyaman.
Meskipun singkat, tetapi cukup untuk menggambarkan kehidupan Kartini dari lahir sampai meninggal. Buku ini dibuka dengan gambaran tentang keadaan Jepara di masa kolonial. Pada masa itu, perempuan tidak mempunyai hak apapun, bukan merupakan faktor penentu dan tidak memiliki harkat martabat. Dalam era seperti itulah Kartini lahir.
Kemudian pembaca diajak mengenal kepribadian ibu dan ayah Kartini dan bagaimana ia tumbuh menjadi perempuan yang tangguh. Meskipun memiliki darah bangsawan, Kartini justru tumbuh dengan kepekaan sosial yang tinggi. Cahaya Kartini ini semakin terlihat justru ketika ia ‘terisolasi’. Adat dan tradisi Jawa memaksanya untuk dipingit setelah lulus dari ELS (setara SD ?).
Dalam keterkungkungan ini, Kartini mengisi hari-harinya dengan membaca buku dan majalah, salah satunya Max Havelaar. Ia juga mencoba menulis, dan tulisannya tentang emansipasi wanita pernah dimuat di De Hollandsche Lelle. Dari tulisannya ini, nama Kartini kemudian mendapat perhatian dari orang Belanda. Singkatnya, ia lalu memiliki sahabat orang Belanda dan secara intens berkorespondensi dengan mereka melalui surat. Kumpulan surat ini kelak dihimpun menjadi karya yang fenomenal, Habis Gelap Terbitlah Terang.
Selain memperjuangkan emansipasi wanita lewat tulisan, Kartini juga kerap ‘memprotes’ adat feodal lewat tingkah lakunya dan terus menerus menyuarakan pentingnya pendidikan bagi perempuan. Ia juga punya keinginan mendirikan sekolah, yang akhirnya baru terwujud beberapa tahun setelah beliau meninggal. Dari buku ini selain mengingat sejarah perjuangan Kartini, kita juga bisa memetik pelajaran yang berguna bagi kehidupan, khusunya bagi perempuan.
Selamat Hari Kartini !
21 APRIL 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Salam, Sobat Reader ! Terima kasih sudah berkunjung. Silahkan tinggalkan komentar, kesan atau pesan :)