Jumat, 30 April 2021

REVIEW BUKU SAYAP-SAYAP PATAH - KAHLIL GIBRAN

 

Cover Buku Sayap-Sayap Patah
(Sumber : Gramedia)

Judul Buku : Sayap-Sayap Patah

Penulis : Kahlil Gibran

Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia

Tebal :  148 halaman

Tahun Terbit : 2016

Kategori : Fiksi, Sastra

My Rated : 4/5


Hallo, Sobat Reader ! Kali ini aku mau mengulas karya sastra yang sudah mendunia, yang pernah aku baca di IPUSNAS. Judulnya Sayap-Sayap Patah ditulis oleh Kahlil Gibran ! 


#DESKRIPSI

Sayap-sayap Patah adalah karya terindah Gibran, mengisahkan takdir yang mematahkan sayap-sayap cintanya. Kasihnya yang tak sampai pada gadis Prancis, juga kepada gadis Libanon yang kemudian terpaksa menikah dengan pendeta demi keamanan, dan pada pengarang wanita Mesir yang tak pernah dilihatnya, merupakan rentetan yang mengharukan, mendalam, dan penuh makna. Kahlil Gibran melukiskan duka cita percintaannya dengan penyelesaiannya yang khas: kemurungan puitis, kehalusan budi, dan kedalaman falsafi, liris mengiris, sendu yang seakan-akan mengatasi kodrat manusiawi.


#ULASAN

“Kalau karyanya The Prophet (Sang Nabi) merebut daftar best seller dunia selama empat puluh tahun dan dianggap buku Gibran yang terbaik dalam bahasa Inggris, maka Al-Ajnihah al-Mutakassirah (Sayap-sayap Patah) berhasil menduduki daftar best seller dunia lebih lama daripada yang dapat dicapai oleh The Prophet dan merupakan karya Gibran terbaik dalam bahasa Arab”, kata Sang penerjemah, Ruslan Shiddieq, dalam pengantarnya.

Berbeda dari buku Sang Nabi yang sarat akan nilai-nilai kebajikan, dalam buku ini kita akan menjumpai romantisme kisah cinta Kahlil Gibran yang harus berakhir tragis.  Sayap-sayap patah adalah novel yang mengisahkan kisah cinta sepasang kekasih yang indah dan menggelora, namun berakhir dengan duka nestapa.

Kisah bermula ketika Kahlil Gibran berkunjung ke rumah sahabat karib ayahnya, Farris Effandi Karamy. Kemudian lelaki itu bercerita tentang masa mudanya bersama ayah Gibran. Farris Effendi memiliki seorang anak perempuan bernama Selma Karamy. Perjumpaan pertama kali antara Gibran dan Selma ini berbuah perasaan cinta yang dilukiskan dengan epik:


“Selma Karamy adalah wanita pertama yang membangkitkan jiwaku dengan kecantikannya serta membimbingku ke dalam taman cinta kasih yang luhur, tempat hari-hari berlalu laksana mimpi dan malam-malam bagaikan perkawinan.”


Selma memberi warna baru dalam kehidupan Gibran. Kini hari-harinya terisi dengan rasa kasih sayang, kerinduan dan kebahagiaan. Namun itulah awal dari penderitaannya. Cinta yang penuh kasih dan impian besar tentang kebahagiaan itu harus sirna seketika. Kasta, tradisi, politik, dan ketidakadilan menjadi penghalang bagi keduanya untuk bersatu.

Selain kisah cinta diatas, dalam novel ini juga mengangkat nasib perempuan yang hidup di zaman tersebut. Ketidakadilan, penindasan, kesewenang-wenangan, kekuasaan dengan kedok agama melahirkan aturan tradisi masyarakat yang sangat membelenggu. Kahlil Gibran memang sangat hebat dalam merangkai kata. Kata-katanya seakan mengandung sihir, begitu indah dan mengagumkan. Tidak mengherankan kalau novel ini menjadi salah satu karya fenomenal dari Gibran. 


“Jiwa yang duka menemukan ketenteraman manakala bersatu dengan sesamanya. Jiwa-jiwa itu bersatu dalam kebersamaan rasa, seperti seorang asing yang bergirang hati manakala ia bertemu orang asing lainnya di negeri asing. Segala hati yang disatukan lewat dukacita takkan terpisahkan oleh kemenangan rasa bahagia. Cinta yang dibasuh oleh air mata akan tetap murni dan indah senantiasa.”

-Kahlil Gibran-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam, Sobat Reader ! Terima kasih sudah berkunjung. Silahkan tinggalkan komentar, kesan atau pesan :)