Kamis, 08 April 2021

REVIEW BUKU CATATAN SEORANG DEMONSTRAN - SOE HOK GIE

 


Judul Buku : Catatan Seorang Demonstran

Penulis : Soe Hok Gie

Penerbit : LP3ES

Tebal :  385 halaman

Tahun Terbit : 1983

Kategori : Non-Fiksi

My Rated : 4/5


Hallo, Sobat Reader ! Kali ini aku mau mengulas salah satu buku fenomenal dari sosok intelektual muda bangsa Indonesia, Soe Hok Gie yang judulnya “Catatan Seorang Demonstran”.

 

#Deskripsi

‘Catatan Seorang Demonstran’ Sebuah buku tentang pergolakan pemikiran seorang pemuda, Soe Hok Gie. Dengan detail menunjukkan luasnya minat Gie, mulai dari persoalan sosial politik Indonesia modern, hingga masalah kecil hubungan manusia dengan hewan peliharaan. Gie adalah seorang anak muda yang dengan setia mencatat perbincangan terbuka dengan dirinya sendiri, membawa kita pada berbagai kontradiksi dalam dirinya, dengan kekuatan bahasa yang mirip dengan saat membaca karya sastra Mochtar Lubis.

“Gie”, banyak menulis kritik-kritik yang keras di koran-koran, bahkan kadang dengan menyebut nama. Dia pernah mendapat surat kaleng yang memaki-maki dia ” Cina yang tidak tahu diri, sebaiknya pulang ke negerimu saja”. Ibunya pun sering khawatir karena langkah-langkah “Gie” hanya menambah musuh saja.

“Soe Hok Gie” bukanlah stereotipe tokoh panutan atau pahlawan yang kita kenal di negeri ini. Ia adalah pecinta kalangan yang terkalahkan dan mungkin ia ingin tetap bertahan menjadi pahlawan yang terkalahkan, dan ia mati muda.

Semangat yang pesimis namun indah tercermin dimasa-masa akhir hidup juga terekam dalam catatan hariannya : “Apakah kau masih disini sayangku, bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu.”

 

#Ulasan

 "Catatan Seorang Demonstran” merupakan buku non-fiksi yang berisi catatan sehari-hari milik Soe Hok Gie (1942 - 1969), seorang aktivis mahasiswa, intelektual muda dan sosok yang berpegang pada idealismenya yang hidup di era orde lama. Sosok Gie adalah seorang mahasiswa warga keturunan Tionghoa. Gie memiliki sifat tegas, berani dan jujur, namun juga memiliki sisi melankolis dan humanis selayaknya pemuda pada umumnya.

Tahun 1966 terjadi pergerakan besar mahasiswa, gerakan ini didasari ketidakpuasan mahasiswa terhadap pemerintah Orde Lama, serta bentuk tanggung jawab moral mahasiswa sebagai agent of change terhadap masyarakat. Mendapat dukungan dan simpati dari masyarakat, gerakan ini berhasil meruntuhkan rezim orde lama (OrLa) dan digantikan dengan orde baru (OrBa).

Salah satu tokoh idealis dalam gerakan ini adalah Soe Hok Gie. Mahasiswa Fakultas Sastra, Universitas Indonesia yang menjadi panutan rekan-rekannya dalam pandangan idealismenya. Gie dipandang sebagai seorang mahasiswa dan aktivis yang tidak peduli dimusuhi atau didekati siapapun, asalkan pandangan idealismenya tercurahkan untuk negaranya.

Namun, setelah rezim OrLa runtuh, ia kembali kecewa, nampaknya ‘kebathilan’ tidak langsung musnah dengan turunnya Soekarno. Mungkin itulah risiko menjadi idealis, selalu punya celah untuk berkata ‘Tidak!’.

Dalam buku ini pembaca disuguhkan catatan-catatan Gie yang jujur, ekspresif, tegas dan realis tentang pemikiran dan ide-ide perjuangannya menegakkan ‘kebenaran’ yang menurutnya jauh lebih penting daripada kepopuleran. Selain itu juga ada kisah hidupnya semasa sekolah, salah satunya ketika ia berdebat dengan gurunya tentang sejarah dan sastra. Gie, sejak kecil memang sudah menaruh minat pada sejarah, sastra dan demokrasi.

Selain menginspirasi, buku ini juga membuat aku malu ! Malu dengan Gie yang sejak muda sudah mengambil sikap, walaupun harus menerima risiko tidak banyak yang ingin berada di sisinya. Sikapnya yang dianggap terlalu berangan-angan dengan menerapkan nilai-nilai yang melangit itu membuatnya seolah hidup sendiri, terkadang penuh kontradiksi, hingga mati pun pergi memeluk kesendirian.

Gie, pemuda yang mencintai gunung dan meninggal di atas gunung pula. Soe Hok Gie mati muda. Menghembuskan napas terakhir di kawah Mahameru, Gunung Semeru akibat gas beracun. Ketika membaca bagian ini, aku terbayang salah satu kutipan Soe Hok Gie tentang kata-kata seorang filsuf Yunani,


"Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan tersial adalah umur tua. Bahagialah mereka yang mati muda."


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam, Sobat Reader ! Terima kasih sudah berkunjung. Silahkan tinggalkan komentar, kesan atau pesan :)