Judul Buku : Reasons to Stay Alive
Penulis : Matt Haig
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 278 halaman
Tahun Terbit : 2018
Kategori : Non-Fiksi, Motivasi, Self-Help
My Rated : 4,5/5
Hallo, Sobat Reader ! Kali ini aku mau mengulas buku dengan tema depresi. Reason to Stay Alive adalah buku yang ditulis Matt Haig berdasarkan pengalamannya berjuang melawan depresi yang ia derita. Aku tertarik membaca buku ini karena beberapa waktu lalu ketika perkuliahan sempat membahas tentang depresi. Depresi itu apa, mengapa itu bisa terjadi, penyebabnya apa dan bagaimana cara mengatasinya. Nah, dari situ aku jadi tertarik mempelajari depresi dari sudut pandang si penderita dan ketemulah buku ini di IPUSNAS hehe.
#DESKRIPSI
Apa rasanya menjadi orang yang mengalami gangguan kecemasan atau depresi? Ada dorongan yang membanjiri perasaan dan pikiran mereka sampai-sampai tubuh fisiknya pun ikut sakit. Bahkan, tak sedikit dari mereka yang akhirnya memutuskan untuk bunuh diri.
Matt Haig pernah berada di titik itu. Ia pernah mencoba bunuh diri di pinggir tebing ketika berusia 24 tahun. Serangan panik yang bertubi-tubi dan harapan yang tak lagi terlihat membuatnya berpikir bahwa mengakhiri segalanya adalah hal terbaik. Tetapi, pada langkah terakhir, ia berhenti dan mengurungkan niatnya.
Sampai sekarang, ia menjadi bukti bahwa gangguan kecemasan dan depresi bisa diatasi. Melalui buku ini, Matt Haig akan membagikan pengalamannya, mulai dari gejala depresi, rasanya mendapat serangan panik, hingga apa yang membuatnya bertahan hidup hingga hari ini. Kita akan menyelami apa yang para penderita depresi rasakan dan bagaimana cara membantu mereka (atau bahkan diri sendiri) menjadi lebih baik.
#ULASAN
Salah satu gejala paling mengkhawatirkan dari depresi adalah seseorang tidak bisa lagi melihat harapan atau masa depan. Jika sudah sedemikian parah, pikiran orang tersebut akan dipenuhi dengan pertanyaan, seperti untuk apa terus hidup jika tidak berguna ? Adakah yang peduli denganku ? dan masih banyak lagi. Orang tersebut akan mengalami kecemasan dan dorongan luar biasa untuk bunuh diri. Baginya, dunia seakan gelap, jangankan berjalan ke arah cahaya, melihatnya pun tak mampu. Masa-masa gelap ini pernah dialami oleh Matt Haig, puncaknya ketika ia mencoba bunuh diri di usia 24 tahun.
Setelah belasan tahun melalui banyak pengalaman depresi hingga akhirnya bisa bertahan hidup sampai terbitnya buku ini, Matt Haig menyadari satu hal penting yang mesti diketahui oleh pembacanya. Depresi itu nyata dan bisa terjadi pada siapa saja, meskipun terkadang tidak kelihatan. Depresi juga bisa ‘membohongi’ penderitanya, karena depresi membuat orang memikirkan hal-hal yang tidak benar, destruktif dan merugikan.
Buku ini sangat bagus untuk memberi gambaran seperti apa penyakit depresi itu, bagaimana gejala-gejala awalnya, apa saja yang bisa memicu terjadinya depresi, bagaimana depresi itu berdampak buruk tidak hanya pada si penderita tetapi juga lingkungannya dan juga trik-trik mengatasi depresi. Cara penulis menyampaikan kisahnya mudah sekali dipahami dan menimbulkan rasa pilu ketika membayangkannya.
Dalam buku ini, Matt Haig juga bercerita bagaimana ia bisa keluar dari lorong kegelapan itu dengan membaca dan menulis. Menurut Matt Haig, salah satu kunci keluar dari depresi yaitu dengan mengkomunikasikannya. Dengan berbicara melalui lisan maupun tulisan, dapat menghubungkan kita dengan orang lain dan juga dengan diri kita sendiri. Ketika kita sudah terhubung dengan diri kita sendiri, maka jalan menuju berdamai dengan diri sendiri dan keluar dari depresi semakin dekat.
Bangkit melawan depresi memang bukan pekerjaan mudah, perlu usaha keras dan juga dukungan luar biasa dari orang sekitarnya. Maka, ketika menjumpai keluarga, teman, atau orang terdekat kita mengalami gejala depresi segera didampingi atau mencari pertolongan ke ahlinya, seperti psikiater. Namun, apabila diri kita sendiri yang mulai merasa memasuki fase awal deperesi, segera cari bantuan dan bicarakan dengan orang yang kita percaya. Lawan depresi, karena sejatinya kita semua berhak bahagia.
“Depresi selalu lebih kecil dari Anda meskipun terasa besar. Depresi beroperasi dalam diri Anda, bukan Anda yang beroperasi di dalamnya. Mungkin depresi hanyalah awan gelap yang melintas di langit, tapi kalau metaforanya seperti itu, Anda-lah langitnya. Anda sudah ada sebelum depresi ada. Awan tidak mungkin ada tanpa langit, tapi langit bisa tetap ada tanpa awan.”
Terima kasih sudah menulis! <3
BalasHapusHmmmm ..menarik bukunya... TFs sudah sharing kak
BalasHapus