Sabtu, 29 Mei 2021

REVIEW BUKU SIRAH NABAWIYAH - SYAIKH SHAFIYYURRAHMAN

 


Judul Buku : Sirah Nabawiyah

Penulis : Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri

Penerbit : Darul Haq

Tebal :  698 halaman

Tahun Terbit : 2001

Kategori : Non-Fiksi, Sirah, Biografi

My Rated : 5/5


Hallo, Sobat Reader ! Kali ini aku mau mengulas buku yang berjudul Sirah Nabawiyah. Sebagai seorang muslim, pengetahuan tentang riwayat hidup Rasulullah saw. tentu sangatlah menarik untuk dipelajari. Di tengah-tengah bulan Ramadhan kemarin, aku tertarik membaca buku yang menceritakan perjalanan hidup Nabi Muhammad saw. dan aku jatuhkan pilihan pada buku luar biasa ini. 


#DESKRIPSI

Manakala untuk mendapatkan informasi secara rinci dan gamblang mengenai riwayat hidup para nabi terdahulu sangat sulit, maka lain halnya dengan sirah (riwayat hidup) Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sirah beliau dipaparkan secara rinci dan gamblang, sejak dari menjelang kelahirannya, lingkungannya, kehidupannya sebelum menjadi Rasul, bagaimana diutus, kehidupannya di tengah masyarakat, hingga kepada hal yang sekecil-kecilnya. 

Bukan itu saja, bahkan kelengkapan sirah beliau mencakup semua aspek kehidupannya mulai dari persoalan ibadah, mu’amalah, sosial dan sebagainya. Hal ini menandakan bahwa sirah beliau tidak sekedar menitikberatkan perhatian pada hal-hal yang bersifat ukhrawi saja, namun juga yang bersifat duniawi. 

Membaca sirah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bukan sekedar untuk bahan bacaan dan mendapatkan informasi sesaat di mana setelah itu selesai, tetapi lebih dari itu; yaitu untuk meneladani sifat dan kehidupan beliau dalam segala hal, mengambil ‘ibrah (pelajaran) darinya dan menerapkannya dalam kehidupan. 

Buku ini merupakan salah satu referensi penting untuk mendapatkan hal itu. Di dalamnya terdapat kupasan menarik mengenai sejarah kehidupan bangsa Arab; kehidupan agama, sosial, budaya, politik, ekonomi, letak georafisnya, suku-sukunya dan beberapa kerajaan yang ada saat itu. Dipaparkan pula sisi kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam secara lengkap dan terperinci kemudian ditutup dengan pemaparan detik-detik terakhir kehidupan beliau serta gambaran sifat dan budi pekerti beliau.


#ULASAN

#SirahNabawiyah adalah karya besar dan lengkap tentang riwayat hidup Nabi Muhammad saw. Buku ini diterjemahkan dari judul aslinya, Ar-Rahiq Al-Makhtum, ditulis oleh Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, ulama dan dosen asal India. Buku ini menjadi istimewa bukan hanya karena menyajikan riwayat hidup Rasulullah saw. tetapi juga berhasil memenangkan lomba internasional penelitian seputar Sirah Nabawiyah oleh Rabithah al-Alam al-Islami di Pakistan tahun 1976 M. 

Dalam buku ini penulis tidak hanya membahas tentang kehidupan Nabi Muhammad saw. tetapi juga mencakup sejarah kehidupan Bangsa Arab, suku-suku dan bangsa-bangsa selain Arab, sosial budaya, geopolitik, ekonomi dan demografi. Ini sangat penting untuk memahami konteks pada masa itu, sehingga tersampaikanlah hakikat dari Sirah Nabawiyah. Yaitu gambaran risalah (misi) yang dibawa oleh Rasulullah saw. kepada umat manusia untuk mengeluarkan mereka dari ibadah kepada hamba menuju ibadah kepada Allah Swt. 

Sirah ini ditulis dengan gaya naratif dan berfokus pada peristiwa-peristiwa penting secara kronologis. Penulis mengakui bahwa hasil penelitian ini dikonsep dalam ukuran sedang, guna menghindari model tulisan terlalu panjang yang menjenuhkan atau singkat tetapi tidak padat isi.

Kesan yang aku dapat yaitu penulis berusaha ‘menahan diri’ dari dramatisasi sebuah peristiwa sehingga esensi atau keotentikannya tetap terjaga. Peristiwa-peristiwa itu dinarasikan dengan sederhana, apa adanya, dan penulis jarang sekali mencurahkan perspektifnya, kecuali menuliskan catatan / komentar kecil tentang referensi yang beliau pakai. 

Secara keseluruhan, saya bersyukur kepada Allah atas semua ilmu yang saya peroleh melalui buku ini. Adapun beberapa pertanyaan yang muncul setelah membaca buku ini, biarlah kusimpan sementara untuk dikemudian hari aku cari jawabannya dengan membaca referensi-referensi yang lain. Buku ini aku rekomendasikan untuk dibaca karena dari sini pembaca mungkin akan merasakan seperti yang aku rasa, yaitu mendapat pengetahuan baru tentang detail-detail peristiwa yang jarang atau sama sekali belum aku dengar / ketahui selama ini. Terakhir, semoga shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw. beserta keluarganya dan segenap sahabatnya. 


“Nabi Muhammad adalah orang yang tertawanya adalah tersenyum, perkataanyya jelas, tidak berlebih-lebihan dan juga tidak menguranginya.”

- Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri -


Senin, 24 Mei 2021

REVIEW BUKU HUJAN BULAN JUNI - SAPARDI DJOKO DAMONO

 


Judul Buku : Hujan Bulan Juni

Penulis : Sapardi Djoko Damono

Penerbit : GPU

Tebal : 135 halaman

Tahun Terbit : 2015

Kategori : Fiksi, Novel, Sastra

My Rated : 3,5/5


Hallo, Sobat Reader ! Kali ini aku mau mengulas salah satu buku fenomenal karya Sapardi Djoko Damono yang pernah aku baca di IPUSNAS. Buku ini berjudul Hujan Bulan Juni.


#DESKRIPSI

Bagaimana mungkin seseorang memiliki keinginan untuk mengurai kembali benang yang tak terkirakan jumlahnya dalam selembar sapu tangan yang telah ditenunnya sendiri. Bagaimana mungkin seseorang bisa mendadak terbebaskan dari jaringan benang yang susun-bersusun, silang-menyilang, timpa-menimpa dengan rapi di selembar saputangan yang sudah bertahun-tahun lamanya ditenun dengan sabar oleh jari-jarinya sendiri oleh kesunyiannya sendiri oleh ketabahannya sendiri oleh tarikan dan hembusan napasnya sendiri oleh rintik waktu dalam benaknya sendiri oleh kerinduannya sendiri oleh penghayatannya sendiri tentang hubungan-hubungan pelik antara perempuan dan laki-laki yang tinggal di sebuah ruangan kedap suara yang bernama kasih sayang. Bagaimana mungkin.

Dari puisi menjadi lagu, lalu komik, kemudian novel (bahkan) buku mewarnai, kini “Hujan Bulan Juni” karya Sapardi Djoko Damono beralih wahana menjadi film.


#ULASAN

Novel Hujan Bulan Juni ini menceritakan kisah cinta sepasang dosen muda yang penuh lika-liku. Sarwono merupakan seorang Antroplog sedangkan Pingkan dosen sastra Jepang. Mereka memiliki latar belakang sosial, budaya, pemikiran dan agama yang berbeda. Dari perbedaan ini sebenarnya mudah ditebak bagaimana alur cerita ini berjalan. Seperti kisah cinta pada umumnya, keduanya akan berusaha mengatasi perbedaan itu, hidup penuh toleransi, mencari kompromi yang bisa dijalani dan tentu harus siap menghadapi banyak rintangan dan halangan, tak terkecuali dari keluarganya sendiri. 

Meskipun dari segi cerita tidak luar biasa, tetapi novel ini punya sisi istimewanya sendiri. Pertama, penokohan Sarwono sebagai lelaki yang gemar menulis puisi. Jelas ini adalah roh yang disalurkan oleh Eyang Sapardi. Jadi, pembaca akan banyak menjumpai puisi-puisi romantis Sarwono kepada Pingkan. Bahkan, dengan puisi pula novel ini ditutup. Kedua, detail latar budaya dari kedua tokoh ini dieksplor dengan baik oleh Eyang Sapardi. Salah satunya beliau memasukkan legenda romantisme masa lalu yang melatarbelakangi penamaan “Pingkan.” Ketiga, pemilihan diksi dan rangkaian kalimat puitis khas Eyang Sapardi. Pastinya ini yang membuat novel Hujan Bulan Juni unik. 

Harus diakui sih aku cukup kelelahan membaca novel ini. Walaupun hanya 135 halaman, tetapi gaya bercerita dari Eyang Sapardi ini memang perlu ketabahan untuk memahaminya. Alurnya juga lompat-lompat kadang merasa bingung sendiri. Jadi, menurutku lebih mudah membaca puisi-puisi beliau daripada novel ini -walaupun puisinya juga kadang tidak mudah dicerna. Terlepas dari semua itu, saya tetap salut dengan Eyang Sapardi yang melahirkan karya Hujan Bulan Juni dari puisi hingga bisa diadaptasi menjadi film. Kutipan favoritku :


"...bahwa kasih sayang ternyata sebuah ruang kedap suara yang merayakan senyap sebagai satu-satunya harap..."

- Sapardi Djoko Damono -

Minggu, 23 Mei 2021

REVIEW BUKU BERPIKIR ITU "DIPRAKTEKIN" - TIM WESFIX

 



Judul Buku : Berpikir Itu “Dipraktekin”

Penulis : Tim Wesfix

Penerbit : Grasindo

Tebal : 160 halaman

Tahun Terbit : 2015

Kategori : Non-Fiksi, Self-Help

My Rated : 4/5


Hallo, Sobat Reader ! Kali ini aku mau mengulas salah satu buku seri Tim Wesfix (Grasindo) yang pernah aku baca di IPUSNAS. Buku ini berjudul Berpikir Itu “Dipraktekin.”


#DESKRIPSI

Berpikir itu tidak semudah bernapas. Berpikir juga tidak semudah menghafal. Berpikir adalah skill yang perlu dilatih. Cara melatihnya bagaimana? Bukan dengan teori-teori atau duduk di sebuah seminar, tapi dengan... “DIPRAKTEKIN”


#ULASAN

Apa kamu pernah merasa dalam proses berpikir masih sering terdistorsi oleh banyak hal ? Berpikir tapi tidak dibarengi dengan pemahaman yang jelas dan tujuan yang detail ? Atau sudah tahu macam-macam jenis berpikir tapi masih kesulitan mempraktekkannya ? Jika iya, buku ini bisa jadi solusi yang tepat. 

Apa yang bisa kita dapat dari buku ini ? Buku ini dibagi menjadi delapan bab, secara garis besar bisa dikelompokkan menjadi tiga bagian. Pertama, kita dijelaskan bagaimana mempersiapkan proses berpikir kemudian cara-cara memilih informasi yang relevan dan berkualitas. Harapannya kita bisa berpikir lebih jernih dan memahami situasi dan permasalahan dengan lebih baik. Kedua, kita diajak berkenalan dengan otak, fungsi dari bagian-bagiannya dan bagaimana cara mempertajam fungsi otak kita agar semakin ‘lancar’ untuk berpikir. Ketiga, kita akan mempelajari berbagai macam model berpikir dan cara mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Critical thinking, logika, deduksi, creative thinking sampai negative thinking dibahas dengan asyik di buku ini.

Seperti yang penulis sampaikan di awal, buku ini lebih berfokus pada praktik. Jadi, untuk pembahasannya memang cukup singkat dan padat. Buku ini cocok dibaca untuk kita yang ingin mencoba berpikir dengan berbagai macam modelnya tapi bingung mau mulai darimana. Yang jelas buku ini tentang praktik, jadi memang harus dipraktekin hehe. 

Cukup seru membaca buku ini, aku tidak dibuat pusing dengan teori-teori yang rumit. Layout bukunya berwarna dan disetiap akhir bab ada kutipan ‘quote’ dari tokoh-tokoh dunia. Salah satu yang paling kusuka yaitu :


“If there was one life skill everyone on the planet needed, it was the ability to think with critical objectivity.” 

- Josh Lanyon -



Sabtu, 22 Mei 2021

REVIEW BUKU LAUT BERCERITA - LEILA S. CHUDORI

 


Judul Buku : Laut Bercerita

Penulis : Leila S. Chudori

Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia

Tebal :  379 halaman

Tahun Terbit : 2017

Kategori : Fiksi, Novel-Sejarah

My Rated : 5/5


Hallo, Sobat Reader ! Kali ini aku mau mengulas buku yang mengangkat kisah penghilangan paksa para aktivis di penghujung rezim Orde Baru. Judulnya Laut Bercerita karya Leila S. Chudori.


#DESKRIPSI

Jakarta, Maret 1998

Di sebuah senja, di sebuah rumah susun di Jakarta, mahasiswa bernama Biru Laut disergap empat lelaki tak dikenal. Bersama kawan-kawannya, Daniel Tumbuan, Sunu Dyantoro, Alex Perazon, dia dibawa ke sebuah tempat yang tak dikenal. Berbulan-bulan mereka disekap, diinterogasi, dipukul, ditendang, digantung, dan disetrum agar bersedia menjawab satu pertanyaan penting: siapakah yang berdiri di balik gerakan aktivis dan mahasiswa saat itu.


Jakarta, Juni 1998

Keluarga Arya Wibisono, seperti biasa, pada hari Minggu sore memasak bersama, menyediakan makanan kesukaan Biru Laut. Sang ayah akan meletakkan satu piring untuk dirinya, satu piring untuk sang ibu, satu piring untuk Biru Laut, dan satu piring untuk si bungsu Asmara Jati. Mereka duduk menanti dan menanti. Tapi Biru Laut tak kunjung muncul.


Jakarta, 2000

Asmara Jati, adik Biru Laut, beserta Tim Komisi Orang Hilang yang dipimpin Aswin Pradana mencoba mencari jejak mereka yang hilang serta merekam dan mempelajari testimoni mereka yang kembali. Anjani, kekasih Laut, para orangtua dan istri aktivis yang hilang menuntut kejelasan tentang anggota keluarga mereka. Sementara Biru Laut, dari dasar laut yang sunyi bercerita kepada kita, kepada dunia tentang apa yang terjadi pada dirinya dan kawan-kawannya.

Laut Bercerita, novel terbaru Leila S. Chudori, bertutur tentang kisah keluarga yang kehilangan, sekumpulan sahabat yang merasakan kekosongan di dada, sekelompok orang yang gemar menyiksa dan lancar berkhianat, sejumlah keluarga yang mencari kejelasan akan anaknya, dan tentang cinta yang tak akan luntur.


#ULASAN

Laut Bercerita merupakan novel yang mengangkat kisah kelamnya perjuangan melawan ketidakadilan di era 90-an, atau menjelang runtuhnya rezim Orde Baru. Novel ini terinspirasi dari kesaksian Nezar Patria, saksi hidup yang mengalami horor penyiksaan setelah diculik pada Maret 1998. Dari sini, Ibu Leila S. Chudori tertarik menuliskannya dalam sebuah karya novel, yang sekarang banyak mendapat apresiasi. Bahkan, dalam proses penulisannya, beliau melakukan riset selama lima tahun dengan mewawancarai berbagai narasumber, termasuk keluarga korban. Itulah yang membuat novel ini terasa bernyawa !

Novel ini dibagi menjadi dua bagian. Di bagian pertama, kita akan mendengarkan cerita dari sudut pandang Biru Laut Wibisana. Laut, itulah nama panggilannya, menurut saya bukanlah tokoh fiktif yang mewakili satu orang, melainkan mewakili berbagai karakter mahasiswa pada masa itu. Laut bersama kawan-kawannya dalam kelompok Winatra-Wirasena mempunyai visi untuk mengubah wajah Indonesia yang penuh kegelapan waktu itu agar menjadi lebih terang, meski dari hal-hal kecil seperti mendampingi petani dan buruh. 

“Matilah engkau mati. Kau akan lahir berkali-kali…” adalah jiwa novel ini. Kalimat yang membuat Laut dan kawan-kawannya berani untuk terus berjuang, meski dicap sebagai komunis dan ditekan dengan bayangan ‘tembak ditempat.’ 

Sesak, marah dan pilu yang kurasa dibagian pertama novel ini semakin membuncah dibagian kedua. Masih terbayang bagaimana para pemuda ini diculik, dibungkam, remuk redam tubuhnya disiksa, sebagian dibebaskan dengan trauma yang mendalam, dan sebagian lainnya dihilangkan paksa. Dibagian kedua ini kita akan mendengarkan cerita dari sudut pandang keluarga korban yang disampaikan Asmara Jati, adik Biru Laut. Disini aku dibuat larut dengan rasa kehilangan dan kehampaan yang menyelimuti keluarga para korban. Para keluarga korban bahkan masih berjuang hingga kini, lewat aksi kamisan di depan istana negara. Terus menerus menuntut keadilan, masih berharap suatu hari, keadilan itu akan tiba, entah kapan ?

Pilu. Meski bukunya sudah kututup, tapi pilu yang kurasa belum juga kelar. Rangkaian kalimat yang ditulis Ibu Leila S. Chudori ini seakan bernyawa. Kata-katanya jujur, kritis, dan membuat hati ini terkikis. Peristiwa yang dikisahkan terasa dekat. Alur ceritanya meskipun maju mundur, namun terasa mengalir deras, sangat intens. Buku ini aku rekomendasikan untuk dibaca, paling tidak sekali seumur hidup. Khusus untuk para pemuda, buku ini akan mengingatkan kita tentang horor dan represifnya masa-masa Orde Baru. Harapannya, kita bisa meresapi, mengingat dan mengambil pelajaran dari perjuangan panjang para pemuda dalam menegakkan kebenaran, kebebasan dan keadilan. Barang mewah yang seharusnya dijunjung tinggi di negeri yang mengaku demokrasi. #JasMerah


"Jangan takut kepada gelap. Gelap adalah bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Pada setiap gelap ada terangmeski hanya secercah, meski hanya di ujung Lorong. Tapi, menurut Sang Penyair, jangan sampai kita tenggelam dalam kekelaman. Kelam adalah lambang kepahitan, keputus-asaan dan rasa sia-sia. Jangan pernah membiarkan kekelaman menguasai kita, apalagi menguasai Indonesia."
- Leila S. Chudori -

Jumat, 21 Mei 2021

REVIEW BUKU REASONS TO STAY ALIVE - MATT HAIG

 


Judul Buku : Reasons to Stay Alive

Penulis : Matt Haig

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tebal :  278 halaman

Tahun Terbit : 2018

Kategori : Non-Fiksi, Motivasi, Self-Help

My Rated : 4,5/5


Hallo, Sobat Reader ! Kali ini aku mau mengulas buku dengan tema depresi. Reason to Stay Alive adalah buku yang ditulis Matt Haig berdasarkan pengalamannya berjuang melawan depresi yang ia derita. Aku tertarik membaca buku ini karena beberapa waktu lalu ketika perkuliahan sempat membahas tentang depresi. Depresi itu apa, mengapa itu bisa terjadi, penyebabnya apa dan bagaimana cara mengatasinya. Nah, dari situ aku jadi tertarik mempelajari depresi dari sudut pandang si penderita dan ketemulah buku ini di IPUSNAS hehe.


#DESKRIPSI

Apa rasanya menjadi orang yang mengalami gangguan kecemasan atau depresi? Ada dorongan yang membanjiri perasaan dan pikiran mereka sampai-sampai tubuh fisiknya pun ikut sakit. Bahkan, tak sedikit dari mereka yang akhirnya memutuskan untuk bunuh diri.

Matt Haig pernah berada di titik itu. Ia pernah mencoba bunuh diri di pinggir tebing ketika berusia 24 tahun. Serangan panik yang bertubi-tubi dan harapan yang tak lagi terlihat membuatnya berpikir bahwa mengakhiri segalanya adalah hal terbaik. Tetapi, pada langkah terakhir, ia berhenti dan mengurungkan niatnya.

Sampai sekarang, ia menjadi bukti bahwa gangguan kecemasan dan depresi bisa diatasi. Melalui buku ini, Matt Haig akan membagikan pengalamannya, mulai dari gejala depresi, rasanya mendapat serangan panik, hingga apa yang membuatnya bertahan hidup hingga hari ini. Kita akan menyelami apa yang para penderita depresi rasakan dan bagaimana cara membantu mereka (atau bahkan diri sendiri) menjadi lebih baik.


#ULASAN

Salah satu gejala paling mengkhawatirkan dari depresi adalah seseorang tidak bisa lagi melihat harapan atau masa depan. Jika sudah sedemikian parah, pikiran orang tersebut akan dipenuhi dengan pertanyaan, seperti untuk apa terus hidup jika tidak berguna ? Adakah yang peduli denganku ? dan masih banyak lagi. Orang tersebut akan mengalami kecemasan dan dorongan luar biasa untuk bunuh diri. Baginya, dunia seakan gelap, jangankan berjalan ke arah cahaya, melihatnya pun tak mampu. Masa-masa gelap ini pernah dialami oleh Matt Haig, puncaknya ketika ia mencoba bunuh diri di usia 24 tahun.

Setelah belasan tahun melalui banyak pengalaman depresi hingga akhirnya bisa bertahan hidup sampai terbitnya buku ini, Matt Haig menyadari satu hal penting yang mesti diketahui oleh pembacanya. Depresi itu nyata dan bisa terjadi pada siapa saja, meskipun terkadang tidak kelihatan. Depresi juga bisa ‘membohongi’ penderitanya, karena depresi membuat orang memikirkan hal-hal yang tidak benar, destruktif dan merugikan. 

Buku ini sangat bagus untuk memberi gambaran seperti apa penyakit depresi itu, bagaimana gejala-gejala awalnya, apa saja yang bisa memicu terjadinya depresi, bagaimana depresi itu berdampak buruk tidak hanya pada si penderita tetapi juga lingkungannya dan juga trik-trik mengatasi depresi. Cara penulis menyampaikan kisahnya mudah sekali dipahami dan menimbulkan rasa pilu ketika membayangkannya. 

Dalam buku ini, Matt Haig juga bercerita bagaimana ia bisa keluar dari lorong kegelapan itu dengan membaca dan menulis. Menurut Matt Haig, salah satu kunci keluar dari depresi yaitu dengan mengkomunikasikannya. Dengan berbicara melalui lisan maupun tulisan, dapat menghubungkan kita dengan orang lain dan juga dengan diri kita sendiri. Ketika kita sudah terhubung dengan diri kita sendiri, maka jalan menuju berdamai dengan diri sendiri dan keluar dari depresi semakin dekat. 

Bangkit melawan depresi memang bukan pekerjaan mudah, perlu usaha keras dan juga dukungan luar biasa dari orang sekitarnya. Maka, ketika menjumpai keluarga, teman, atau orang terdekat kita mengalami gejala depresi segera didampingi atau mencari pertolongan ke ahlinya, seperti psikiater. Namun, apabila diri kita sendiri yang mulai merasa memasuki fase awal deperesi, segera cari bantuan dan bicarakan dengan orang yang kita percaya. Lawan depresi, karena sejatinya kita semua berhak bahagia.


“Depresi selalu lebih kecil dari Anda meskipun terasa besar. Depresi beroperasi dalam diri Anda, bukan Anda yang beroperasi di dalamnya. Mungkin depresi hanyalah awan gelap yang melintas di langit, tapi kalau metaforanya seperti itu, Anda-lah langitnya. Anda sudah ada sebelum depresi ada. Awan tidak mungkin ada tanpa langit, tapi langit bisa tetap ada tanpa awan.”

- Matt Haig -

Selasa, 18 Mei 2021

REVIEW BUKU ENTROK - OKKY MADASARI

 


Judul Buku : Entrok

Penulis : Okky Madasari

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tebal :  288 halaman

Tahun Terbit : 2010

Kategori : Fiksi, Novel

My Rated : 4,5 / 5


Hallo, Sobat Reader ! Kali ini aku mau mengulas buku pertama karya Okky Madasari yang pernah aku baca di IPUSNAS. Buku ini berjudul Entrok.


#DESKRIPSI

Marni, perempuan Jawa buta huruf yang masih memuja leluhur. Melalui sesajen dia menemukan dewa-dewanya, memanjatkan harapannya. Tak pernah dia mengenal Tuhan yang datang dari negeri nun jauh di sana. Dengan caranya sendiri dia mempertahankan hidup. Menukar keringat dengan sepeser demi sepeser uang. Adakah yang salah selama dia tidak mencuri, menipu, atau membunuh?

Rahayu, anak Marni. Generasi baru yang dibentuk oleh sekolah dan berbagai kemudahan hidup. Pemeluk agama Tuhan yang taat. Penjunjung akal sehat. Berdiri tegak melawan leluhur, sekalipun ibu kandungnya sendiri. Adakah yang salah jika mereka berbeda?

Marni dan Rahayu, dua orang yang terikat darah namun menjadi orang asing bagi satu sama lain selama bertahun-tahun. Bagi Marni, Rahayu adalah manusia tak punya jiwa. Bagi Rahayu, Marni adalah pendosa. Keduanya hidup dalam pemikiran masing-masing tanpa pernah ada titik temu.

Lalu bunyi sepatu-sepatu tinggi itu, yang senantiasa mengganggu dan merusak jiwa. Mereka menjadi penguasa masa, yang memainkan kuasa sesuai keinginan. Mengubah warna langit dan sawah menjadi merah, mengubah darah menjadi kuning. Senapan teracung di mana-mana.

Marni dan Rahayu, dua generasi yang tak pernah bisa mengerti, akhirnya menyadari ada satu titik singgung dalam hidup mereka. Keduanya sama-sama menjadi korban orang-orang yang punya kuasa, sama-sama melawan senjata.


Kisah yang menyentuh mengenai perjuangan wanita pada zaman-zaman menentukan dalam perjalanan sejarah Indonesia. Buku ini sangat penting dibaca untuk memahami orientasi nilai dalam masyarakat di tengah-tengah perubahan.

-Leon Agusta, sastrawan


Novel ini dengan jujur menggambarkan bagaimana sebagian masyarakat kita masih belum bisa menerima adanya perbedaan.

-Hendardi, aktivis demokrasi dan hak asasi manusia


Penulis dengan cemerlang berhasil mengungkapkan lika-liku dan sepak terjang kehidupan masyarakat yang kompleks di tengah kesewenang-wenangan, melalui tuturan silih berganti antara ibu dan anak perempuannya.

-Endy M. Bayuni, pemimpin Redaksi The Jakarta Post


#ULASAN

Wow sebuah novel yang berani ! Awalnya aku tertarik baca buku ini karena penasaran sama ceritanya bagaimana sih ? Kok sampul depannya gambar perempuan memegang entrok atau bra. Setelah membaca di bagian awal, semua masih ‘related’ dengan judulnya. Tapi, ketika sampai dibagian tengah, semakin aku terpacu untuk membacanya sampai habis, loh loh ternyata tema ceritanya bukan sekadar entrok. Lebih kompleks dari itu, 

Okky Madasari mengajak pembaca kembali ke masa awal kemerdekaan Indonesia, dimana kehidupan masih serba sederhana, kepercayaan dan adat istiadat masih mengakar kuat di masyarakat. Pada era seperti itulah Sumarni hidup. Gadis desa yang ingin sekali memiliki entrok tetapi tidak dapat terpenuhi karena orang tuanya miskin. Dalam hidup serba kekurangan itu, Sumarni akhirnya bertekad entah apapun caranya ia harus bisa membeli entrok !

Cerita pun mengalir, antara ibu dan anak yang silih berganti menjadi narator. Sumarni punya anak, namanya Rahayu. Perbedaan diantara keduanya berujung pada pertentangan kepercayaan. Sumarni pemuja leluhur, Rahayu penganut agama Tuhan yang taat. Intensitas novel ini semakin membuncah ketika masuk ke cerita perampasan tanah. Visual yang terbangun dari gaya bercerita penulis sangatlah miris. Pertentangan antara kawula dan penguasa, keyakinan masyarakat akan tanah leluhurnya berhadapan dengan penggusuran dengan dalih ‘pembangunan.’

Seperti yang aku katakan di awal, novel iki sangat kompleks. Bukan sekadar perjuangan seorang gadis memiliki entrok, tetapi juga tentang kesadaran Sumarni tentang ketidakadilan gender, orientasi nilai masyarakat tentang perbedaan (keyakinan, ideologi dan status sosial), kekerasan dan kesewenang-wenangan. Novel ini membuat emosiku naik turun dan ketika hendak bersimpati dengan tokoh A, eh tiba-tiba cerita berbalik sehingga kutarik kembali simpatiku. Terlepas dari semua itu, inti dari novel ini adalah pentingnya toleransi. Manusia punya hak untuk memilih keyakinan dan ideologinya, tetapi bukan berarti tidak ada titik singgung diantara mereka. Diantara perbedaan, pasti ada persamaan, itulah yang mesti dikedepankan sehingga terciptalah kehidupan yang damai dan harmonis.


“Apalah artinya semua perjuangan terhadap penindasan dan ketidakadilan, kalau kebiadaban di depan kita sendiri saja tak mampu kita atasi.”

- Okky Madasari -


Sabtu, 01 Mei 2021

REVIEW BUKU SANG MUSAFIR - KAHLIL GIBRAN

 

Cover Buku Sang Musafir
(Sumber : gramedia)

Judul Buku : Sang Musafir

Penulis : Kahlil Gibran

Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia

Tebal :  104 halaman

Tahun Terbit : 2016

Kategori : Fiksi, Sastra

My Rated : 3,5/5


Hallo, Sobat Reader ! Kali ini aku mau mengulas karya sastra yang sudah mendunia, yang pernah aku baca di IPUSNAS. Judulnya Sang Musafir ditulis oleh Kahlil Gibran ! 


#DESKRIPSI

Sang Musafir adalah pengejewantahan jiwa yang mengembara menemui insan-insan kehidupan yang terasing karena takdir dan perputaran waktu. Ia bukan kelana yang memanjakan hasrat bertualang, tapi musafir yang ingin melihat segala kejadian dan warna-warna pesona alam, serta menafsirkan segala hakikatnya secara arif khas Gibran.


#ULASAN

Sang Musafir merupakan buku ketiga karya Kahlil Gibran yang aku baca setelah Sang Nabi dan Sayap-Sayap Patah. Berbeda dari kedua buku sebelumnya, buku ini adalah kumpulan cerita pendek, bahkan sangat pendek. Untuk satu judul ceritanya cukup satu sampai dua halaman saja. Hebatnya, dalam cerita yang singkat ini terkandung makna yang mendalam. 

Sang Musafir mengajak pembacanya mengembara bertemu dengan banyak insan kehidupan. Bukan sekadar mengembara, kita akan menyaksikan pesona lain dari semesta ini. Dalam perjalanan ini, kita akan menyimak percakapan mereka mulai dari hal-hal sederhana seperti tentang pakaian, lagu, dan mimpi, sampai hal-hal spiritual seperti tentang malaikat, Sang petapa dan mencari Tuhan.

Gaya bahasa dalam buku ini penuh dengan kiasan dan metafora. Ceritanya juga beragam, ada yang lucu, satir, sedih, hingga mengandung nilai-nilai spiritual yang membuat aku merenung.

Dari buku ini pembaca disuguhkan kisah-kisah yang penuh makna dan pembelajaran untuk dijadikan renungan. Dalam penyampaiannya, Gibran menghindari kesan menggurui, karena semua pesan dan makna diserahkan kepada pembacanya. Meskipun ceritanya singkat-singkat, menurutku membacanya dengan perlahan adalah kunci memahami makna dibalik metafora yang khas dari Gibran dalam buku ini. 


“Ada juga yang dapat mengenali wajah si Cantik, meski pakaiannya demikian. Dan ada pula yang dapat mengenali wajah si Buruk, karena pakaiannya tidak dapat menyembunyikannya.”

-Kahlil Gibran-