Sabtu, 15 Januari 2022

REVIEW BUKU 9 DARI NADIRA - LEILA S. CHUDORI

 

Judul Buku : 9 Dari Nadira
Penulis : Leila S. Chudori
Penerbit : KPG
Tebal :  270 halaman
Tahun Terbit : 2009
Kategori : Fiksi, Kumcer
My Rated : 4/5



Hallo, Sobat Reader ! Kali ini aku mau mengulas sebuah novel karya Leila S. Chudori yang ceritanya benar-benar menyesakkan. Judulnya 9 dari Nadira.

#DESKRIPSI
Di sebuah pagi yang murung, Nadira Suwandi menemukan ibunya tewas bunuh diri di lantai rumahnya. Kematian sang ibu, Kemala Yunus - yang dikenal sangat ekspresif, berpikiran bebas, dan selalu bertarung mencari diri - sungguh mengejutkan.

Tewasnya Kemala kemudian mempengaruhi kehidupan Nadira sebagai seorang anak ("Melukis Langit"); seorang wartawan ("Tasbih"); seorang kekasih ("Ciuman Terpanjang"); seorang istri, hingga akhirnya membawa Nadira kepada sebuah penjelajahan ke dunia yang baru, dunia seksualitas yang tak pernah disentuhnya ("Kirana"),


#ULASAN

Karya ketiga dari Ibu Leila S. Chudori yang pernah kubaca. Kali ini judulnya 9 dari Nadira, berisi 9 cerpen yang setelah kubaca semuanya ternyata sebuah kesatuan kisah yang utuh. Meskipun ada part-part yang bisa berdiri sendiri. Alur ceritanya tidak linier dan jeda waktunya loncat-loncat cukup jauh. Tapi hebatnya sentuhan penulis, aku dibuat tersedot ke dalam momen-momen penting kehidupan Nadira.

Gaya bercerita dan plotnya menjadi keunikan dari buku ini. Pembaca dituntut menyusun keping-keping cerita hidup Nadira. Nadira sebagai poros yang merangkai tokoh-tokoh lainnya seperti Nina dan Arya sebagai dua kakaknya, Kemala sang ibu, Bram sang ayah, dan Utara Bayu sesosok lelaki yang mencintai Nadira dalam hening.

Ya, Nadira Suwandi namanya, tokoh utama yang kisahnya menimbulkan kesan menyesakkan. Seorang jurnalis muda dengan beban psikologis yang berat dirasanya selepas kematian sang ibu. Beban psikis ini yang kemudian mempengaruhi kehidupan Nadira sebagai seorang anak, wartawan, kekasih, istri dan akhirnya menjadi ibu. 

Membaca buku ini, pembaca disuguhkan konflik-konflik psikologis yang berat, baik tersirat maupun tersurat. Diantara 9 cerpen dalam buku ini, “Tasbih” menjadi favoritku. Ada part dimana Nadira mewawancarai Mr. X, tersangka kasus pembunuhan sadis, dikenal juga sebagai psikiater ternama. Disini, perasaan Nadira benar-benar diuji, dengan lihainya Mr. X ‘memaksa’ Nadira membuka kembali kamar gelap yang selama ini berusaha ia kunci rapat-rapat -tentang ibunya yang mati bunuh diri. Selain konflik psikologis, buku ini juga menyajikan tema-tema tentang jurnalisme, cinta, tradisi dan harga diri.

Isu-isu politis pun disisipkan secara tersirat dalam buku ini, seperti Petisi 50, demo mahasiswa ’66, Malari, tentang NKK/BKK, premanisme di era Orde Baru, mundurnya Presiden Gusdur, hingga isu seputar 9/11 serta wacana War on Terorism.

Ceritanya memang gelap, tapi justru gelap ini yang membuat cerita Nadira luar biasa. Setiap manusia pasti pernah salah dalam membuat keputusan, tapi itulah bagian dari pendewasaan. Dari situ kita belajar untuk mempertimbangkan banyak hal sebelum mengambil keputusan. Dan terkait beban psikis yang berat, tidak ada orang yang ingin terus-menerus dalam posisi itu. Namun, bangkit dan sembuh dari keterpurukan memang bukan hal mudah, perlu waktu, penuh perjuangan dan mungkin perlu juga bantuan dari orang lain.
Beberapa quote tentang jurnalisme yang kusuka di buku ini:

“Ayah cuma mau menasihati, meski kau tak setuju dengan kebijakan politik pejabat yang kau wawancarai, kau harus tetap bersikap netral. Sebaliknya, kalau mewawancarai Cory Aquino, mentang-mentang perempuan jangan lantas jatuh sampai tak karuan. Dingin. Kau harus tetap dingin.” (79)

“Masyarakat wartawan, di mata Nadira adalah sebuah masyarakat yang selalu menuntut hal-hal yang besar, yang terbaik, terkadang muluk dan paradoksal. Sebuah masyarakat yang terkadang secara tidak sadar, merasa moralnya berada di atas apa yang disebut sebagai ‘masyarakat awam’.” (80)

“Lo, masalahnya dia itu narasumber. Bajingan atau pahlawan, kita harus tetap sopan dan bertugas mewawancarai.” (200)


Senin, 10 Januari 2022

REVIEW BUKU ARAH MUSIM - KURNIAWAN GUNADI

   

Judul Buku : Arah Musim
Penulis : Kurniawan Gunadi
Penerbit : Bentang
Tebal : 188 halaman
Tahun Terbit : 2019
Kategori : Fiksi, Novel
My Rated : 5/5


Hallo, Sobat Reader ! Kali ini aku mau mengulas buku yang berhasil menamparku berkali-kali, mengingatkan Kembali tentang pentingnya bersyukur dan semangat menjalani hidup. Buku ini berjudul Arah Musim karya Kurniawan Gunadi.

#DESKRIPSI
Tindakan-tindakan kecil kita di masa lalu telah mengubah banyak di kehidupan kita saat ini. Mungkin kita tidak pernah menyadarinya. Mungkin kita telah melupakannya. Meski kemudian kita kebingungan karena tidak mampu memahami rentetan kejadian sebab dan akibat itu.

Kita sering gagal memahami bahwa apa yang terjadi dalam hidup kita adalah hal-hal terbaik yang bisa kita dapatkan. Kita sering salah memahami maksud-maksud tersembunyi yang Dia hadirkan dalam semua rentetan kejadian hidup yang amat berharga. Dia ingin mengajarkan kita sesuatu. Sesuatu yang sering kita tolak kehadirannya. Sesuatu yang barangkali menjadi doa-doa kita selama ini.

Tapi, kita tidak cukup sabar untuk melewati perjalanan ini, melewati musim-musim yang silih berganti.


#ULASAN

Dari cover bukunya saja sudah menarik, ternyata isinya juga menakjubkan.Tebalnya relatif tipis untuk sebuah novel, tapi isinya kujamin padat dan begizi. Buku ini terbagi dalam enam arah musim, masing-masing ada 15-20 chapter yang pendek-pendek, Yang unik dari novel ini, kita bisa memulai membaca dari halaman manapun dan meskipun nuansa islaminya kental, menurutku nilai-nilainya yang universal layak dibaca oleh siapapun.

Secara garis besar, novel ini mengangkat dinamika kehidupan keluarga, tapi eksplorasi dari Mas Gun luar biasa. Pembaca disuguhkan cerita yang cukup kompleks tentang roda kehidupan mulai dari kehamilan, kelahiran hingga kematian. Bagian favoritku, ketika si tokoh utama sedang dalam masa-masa Quarter Life Crisis. Ia dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit berikut dengan asumsi-asumsi yang muncul, justru semakin membautnya rumit. Kemudian ia mulai sadar bahwa hidup tidak mungkin hanya berisi senang dan mudah, pasti ada masanya sedih dan sulit. Untuk itu kita diingatkan agar dalam menjalani kehidupan, perlu ruang untuk memaknai kesedihan, kegagalan dan kekecewaan.

“Suatu hal dalam hidup ini yang selalu sulit kita tahu adalah, kita diciptakan dengan peran. Kita ditempatkan di tempat terbaik sesuai potensi yang kita miliki. Jika sekarang kita kebingungan mau jadi apa, mau bagaimana, apa yang harus dilakukan, coba amati hidupmu sebelum-sebelum ini, perjalananmu yang mengantarmu sampai di titik ini.” (15)


Buku ini juga akan membuat pembacanya melakukan self-talk tentang musim-musim kehidupan yang telah dilewati. Seberapa sering kita salah memahami maksud tersembunyi dibalik ramahnya musim semi, teriknya musim kemarau, syahdunya musim gugur dan dinginnya musim hujan ? Seberapa sadarkah kita bahwa manusia memiliki batasan-batasan yang terkadang disangkal oleh ego kita ?

“Sebab, kita seringkali tidak bisa memberi ruang pada rasa kecewa di hati kita. Cobalah untuk melemaskan egomu terhadap setiap kehendak agar kamu tidak lelah dalam menjalani hidup.” (149)


Berdoa dan berserah setelah berusaha, sabar dan kuat dalam menghadapi masalah, bersyukur dan berlapang dada atas sesuatu yang terjadi. Merupakan prinsip-prinsip sederhana yang kadang masih susah diterapkan dalam menghadapi musim-musim kehidupan yang silih berganti. Mungkin itulah ‘visi’ dari buku ini. Mengingatkan pembacanya tentang sebaik apapun rencana manusia, tetaplah rencana-Nya yang terbaik.



 


Kamis, 06 Januari 2022

REVIEW BUKU MUSEUM MASA KECIL - AVIANTI ARMAND

 

Judul Buku : Museum Masa Kecil
Penulis : Avianti Armand
Penerbit : Gramedia
Tebal :  147 halaman
Tahun Terbit : 2018
Kategori : Fiksi, Puisi
My Rated : 3/5



Hallo, Sobat Reader ! Kali ini aku mau mengulas kumpulan puisi yang akan membawa kita bernostalgia dengan masa kecil kita. Buku ini judulnya Museum Masa Kecil karya Avianti Armand.

#DESKRIPSI
Museum Masa Kecil menyimpan dan menghadirkan "benda-benda" yang pernah tinggal atau sekadar lewat di masa kanak-kanak saya; seperti cerita-cerita sebelum tidur, kelas menggambar, perbincangan tentang jarak ke bulan, kartu pos, kaktus di lantai lima, buku alamat, bermain hujan, ketakutan menjadi tua, juga kematian.

Sebuah museum, buat saya, menyerupai peta bintang: artikel-artikel di dalamnya adalah konstelasi yang dipakai para pejalan jauh untuk mencapai satu tempat di muka bumi, di satu waktu. Tapi jika peta yang baik membawamu ke tujuan, museum yang baik akan membuatmu "tersesat".

#ULASAN

Museum Masa Kecil adalah buku kedua karya Avianti Armand yang aku baca setelah Buku Tentang Ruang. Buku ini berisi puisi-puisi yang singkat dan sederhana, tentang masa kecil penulis. Lewat puisi-puisi ini, penulis mengenang masa kecilnya dan barangkali pembaca juga akan merasakan nostalgia jika kebetulan memiliki kenangan yang mirip.
 

Diajak flashback ke masa kecil, membuatku menertawakan betapa naifnya masa kecilku dulu. Masa kecil yang penuh dengan imajinasi liar, kepolosan, dan haha hihi lainnya. Hmmm… jadi rindu masa kecil 😊


Nggak banyak yang mau aku ulas disini. Dari semua puisi di buku ini, aku akan hinghlight dua yang menarik:


Pertama, judulnya “Bermain Hujan”

Ketika sedang bermain hujan, aku menemukan sepasang tangan yang menggenggam tanganku. Kurasa, sudah saatnya pulang.


Kedua, judulnya “Malam”

Kata Ibuku:
Kehilangan adalah jarak yang terlalu jauh.


Well, buat kamu yang tertarik membaca puisi sembari flashback ke masa kecil, Museum Masa Kecil ini cocok dijadikan pilihan. Singkat, sederhana dan membangkitkan nostalgia masa kecil yang penuh kepolosan dan fantasi.  



Selasa, 04 Januari 2022

REVIEW BUKU MENCINTAI TUHAN, MENCINTAI KESETARAAN - KH. HUSEIN MUHAMMAD & MAMANG M. HAERUDIN

 

Judul Buku : Mencintai Tuhan Mencintai Kesetaraan
Penulis : KH. Husein Muhammad & Mamang Muhammad Haerudin
Penerbit : Quanta
Tebal : 224 halaman
Tahun Terbit : 2014
Kategori : Non-Fiksi, Motivasi-Agama
My Rated : 4/5


Hallo, Sobat Reader !
Kali ini aku mau mengulas buku yang beberapa hari lalu aku beli di bazar buku murah. Menurutku aku sangat beruntung bisa membeli buku yang bagus ini dengan harga 20 ribu. Buku ini berjudul Mencintai Tuhan Mencintai Kesetaraan karya dari KH. Husein Muhammad & Mamang Muhammad Haerudin.



#DESKRIPSI

 
Hidup ini indah hanya jika kita saling mencintai, sebagaimana Allah mencintai semesta alam. Ibarat dua sisi mata uang, keberadaan perempuan dan laki-laki tak dapat dipisahkan. Keduanya saling melengkapi dan membutuhkan. Melalui Al- Qur’an, Allah menuntun manusia untuk saling kenal-mengenal (ta’aruf) untuk kebaikan.


Tetapi dalam keseharian kita masih melihat perempuan sering menerima perlakuan tidak adil. Kekerasan dalam rumah tangga, di jalan, di tempat-tempat umum, dan tindakan diskriminatif lainnya masih marak di mana-mana. Ini diakibatkan dari anggapan bahwa perempuan akalnya lemah, emosional, dekat dengan setan, dan lain-lain.


Buku Mencintai Tuhan, Mencintai Kesetaraan: Inspirasi dari Islam dan Perempuan, berisi kumpulan tulisan yang menginspirasi kita untuk mencintai Tuhan. Mustahil kita mencintai Tuhan tanpa mencintai kesetaraan. Kesetaraan itu berarti perempuan dan laki-laki saling melengkapi dan membutuhkan. Inilah wajah Islam yang ramah terhadap perempuan, bukan hanya dalam perkataan tetapi juga dalam tindakan.


Buku ini dibagi dalam tiga tema besar yang mencerahkan;
• Islam Rahmat, Islam Maslahat
• Semesta Islam dan Perempuan
• Senandung Doa Kesetaraan


#ULASAN

 
Dalam realita kehidupan, khususnya di bumi pertiwi ini, sering kita mendengar puja-puji terhadap perempuan. Misalnya, dalam hal bernegara ia disebut sebagai ‘tiang negara’ atau dalam keluarga ia dimuliakan dengan istilah ‘surga ada di telapak kaki ibu’. Namun, di lain sisi, ia juga direndahkan. Perempuan dianggap makhluk yang lemah, pengetahuannya rendah, tidak mampu menjadi pemimpin, sumber fitnah dan masih banyak stereotipe-stereotipe lainnya yang mengesankan perempuan itu rendah, manusia kelas dua, bahkan dalam banyak kasus seakan-akan ‘sah’ untuk di eksploitasi. 


Cara pandang yang ambigu dan paradoks terhadap perempuan ini bahkan memunculkan stereotipe yang menggelisahkan, yakni Islam dipandang sebagai agama yang mendiskriminasi hak dan keberadaan perempuan. Islam bagi sebagian kalangan dianggap lekat dengan budaya patriarki.


Sebagai seorang kiai yang dikenal konsisten mendakwahkan Islam dengan spirit cinta dan kesetaraan, KH. Husein Muhammad merasa terpanggil untuk memberikan penjelasan (tabayyun). Untuk itu, buku ini hadir sebagai alternatif pandangan keagamaan yang ramah, berkeadilan, dan penuh cinta. Buku ini berisi kumpulan tulisan KH. Husein Muhammad yang kemudian dikumpulkan oleh santrinya, Mamang Haerudin hingga menjadi sebuah buku yang mencerahkan.

“Kita kehilangan kritisisme bahwa perempuan adalah sumber kehidupan, dan bahwa kita semua lahir dan memperoleh kasih tulus dari perempuan. Kehidupan hari ini masih belum mau melihat dengan jujur bahwa perempuan juga memiliki potensi besar yang dapat merubah dunia.” (vii)

Buku setebal 200-an halaman ini menyuguhkan analisis wacana keagamaan yang ramah atas ketidakadilan dan ketertindasan yang dialami perempuan. Dengan bahasa yang mudah dipahami, KH. Husein Muhammad membedah bagaimana sistem ‘patriarki’ yang telah mengakar ini telah merugikan martabat perempuan. Menurut beliau, hal utama yang menyebabkan suburnya ‘patriarki’ ini yakni interpretasi terhadap teks-teks otoritatif yang tidak kontekstual yang kemudian dilestarikan secara turun-temurun sehingga akhirnya menguasai perspektif publik.


Menurut beliau, hal paling rasional yang bisa dilakukan yaitu dengan pengarusutamaan gender di segala bidang, terutama pendidikan. Karena dari pendidikan inilah, seseorang memiliki modal awal agar bisa merubah perspektif dan persepsinya agar terbebas dari tradisi bias gender dan patriarki. Selain itu, reinterpretasi dan rekontekstualisasi teks-teks agama juga penting dilakukan. Karena tak jarang, pandangan bias dan timpang gender ini juga akibat dari ketidakuniversalannya tafsir-tafsir teks agama. Sebagai orang yang beragama, tentu kita percaya bahwa agama merupakan rahmat dan bertujuan untuk kebaikan. Tuhan itu Maha Adil, maka apabila firman-Nya tidak melahirkan keadilan, pastilah bukan firman-Nya yang salah, tapi cara kita menginterpretasinya yang harus dikoreksi. Buku yang bagus dan membuatku tertarik membaca buku-buku lain dengan tema serupa -kesetaraan gender.

 
“Kemerdekaan perempuan adalah juga kemerdekaan bagi masyarakat manusia. Maka kemerdekaan bagi perempuan harus diperjuangkan oleh semua pihak, tanpa kenal lelah.” (37)