Jumat, 12 Maret 2021

REVIEW BUKU HUJAN - TERE LIYE

 

Cover Buku Hujan
(Sumber : Gramedia)

Judul Buku : Hujan

Penulis : Tere Liye

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tebal :  320 halaman

Tahun Terbit : 2016

Kategori : Fiksi, Novel

My Rated : 4,5/5


Hallo, Sobat Reader ! Kali ini aku mau mengulas novel keempat karya Tere Liye yang penah aku baca di IPUSNAS. Judulnya, Hujan, menceritakan kisah persahabatan, percintaan, perpisahan dan bencana besar yang menimpa umat manusia. 

Kemajuan teknologi seakan menjadi pisau bermata dua, di satu sisi sangat bermanfaat untuk memudahkan kehidupan kita, tapi disisi lain ada harga besar yang harus dibayar, bisa berupa kerusakan alam atau kerusakan moral manusianya. Manusia tinggal di bumi sejatinya punya ‘tugas’ untuk menjaga keseimbangan alam, namun realitanya, semakin maju zaman bukannya semakin tahu batas, malah semakin rakus tak peduli batas. Beruntung, setidaknya itu ‘hanya’ dilakukan oleh segelintir manusia. Tapi, bukankah sesuatu yang besar itu bermula dari yang kecil ? Kumpulan dari yang kecil-kecil akan menjadi besar ?

Membaca novel ini, aku dibawa ke tahun 2040-an, membayangkan kecanggihan teknologi seperti dalam film-film sci-fi, mobil terbang, kereta super cepat dan sebagainya. Namun, semakin maju peradaban justru berbanding terbalik dengan semakin mundurnya kondisi alam. Sekali alam berontak, bisa membuat dunia bergejolak.


“Manusia mungkin saja merasa berkuasa di atas muka bumi, merasa sebagai spesies paling unggul, tapi mereka sebenarnya dalam posisi sangat lemah saat berhadapan dengan kekuatan alam.”

-Tere Liye


Tere Liye membuka novel ini dengan bencana gunung meletus berskala sangat besar yang berdampak pada hampir seluruh warga dunia. Seketika dunia dibuat lumpuh,dan diantara miliaran manusia ada seorang gadis remaja bernama Lail yang terpuruk karena kehilangan dua orang tersayang. Dibawah hujan, pasca bencana besar itu, ia berkenalan dengan penyelamat hidupnya, Esok alias Soke Bahtera. Sosok lelaki cerdas dan cekatan yang kelak akan menjadi ilmuwan penting.

Kisah kemudian mengalir dengan di setiap akhir bab selalu membuat aku penasaran bagaimana kelanjutannya.Tentang persahabatan Lail dengan Maryam, gadis berambut kribo yang setia dengan Lail dalam setiap keadaan. Menjalani hari-hari di panti sosial, bergabung dengan organisasi relawan hingga melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi. Aku belajar banyak hal dari mereka, antara lain tentang kegigihan berbuat baik untuk banyak orang, saling membantu dan menguatkan disaat suka maupun duka. 

Sedangkan untuk kisah cinta, Tere Liye menyuguhkan kisah cinta dalam diam antara Lail dan Esok. Saling suka namun terhalang jarak, kesibukan dan ‘ketakutan’ untuk mengungkapkan perasaan. 


“Ciri-ciri orang yang sedang jatuh cinta adalah merasa bahagia dan sakit pada waktu bersamaan. Merasa yakin dan ragu dalam satu hela napas. Merasa senang sekaligus cemas menunggu hari esok.”

-Tere Liye


Diantara tiga tema, cinta, persahabatan dan bencana alam, aku justru lebih tertarik dengan yang ketiga. Tere Liye berusaha mengingatkan kita tentang pentingnya ketahanan negara. Karena ketika krisis menghantam, apapun itu, bisa wabah, bencana alam ataupun krisis pangan, negara terkuatlah yang punya kemungkinan besar lebih cepat keluar dari krisis itu. Kemudian juga pentingnya kebijakan tidak sekadar berdasarkan kepentingan politik, tetapi juga harus mempertimbangkan riset dari para ahli. Bukankah terang benderang akibat dari ‘meremehkan’ masukan para ahli di awal penyebaran virus corona di negeri ini ? 


“Saya pernah bilang, umat manusia persis seperti virus, mereka rakus menelan sumber daya di sekitarnya, terus berkembang biak hingga semuanya habis. Saat itu saya keliru, saya pikir obat paling kerasnya adalah bencana alam mematikan. Bukan. Sama sekali bukan. Bumi sudah berkali-kali mengalami gunung Meletus skala 8 VEI, tapi umat manusia tetap bertahan, berkembang biak. Anda benar, virus tidak bisa diobati, virus hanya bisa dihentikan oleh sesuatu yang lebih mengerikan daripada bencana alam.”

“Sesuatu apa yang lebih mengerikan daripada gunung Meletus skala 8 ?”

“Saat mereka merusak dirinya sendiri, menghancurkan dirinya sendiri, barulah mereka akan berhenti.”

-Tere Liye


Novel ini sangat bagus, lagi-lagi aku dibuat kagum dan hanyut dalam tulisan Tere Liye. Karena aku baca di IPUSNAS, jadi aku mencatat beberapa kutipan yang sarat akan pesan kehidupan. Imajinasiku benar-benar diajak bekerja dengan membayangkan kemajuan teknologi tingkat dewa sekaligus mengerikannya gejolak alam, di masa depan. Tapi, masih lebih mengerikan keangkuhan, kesembronoan dan keegoisan sekelompok manusia dalam mencapai kesenangan jangka pendek, sehingga menyisakan dampak jangka panjang yang sangat destruktif. 


“Lebih baik mendengar kebenaran meski itu amat menyakitkan daripada mendengar kebohongan meski itu amat menyenangkan.”

-Tere Liye


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam, Sobat Reader ! Terima kasih sudah berkunjung. Silahkan tinggalkan komentar, kesan atau pesan :)