Sabtu, 20 Maret 2021

REVIEW BUKU FILSAFAT ISLAM : DARI KLASIK HINGGA KONTEMPORER - Dr. H. A. KHUDORI SOLEH, M. Ag.

 

Cover Buku Filsafat Islam
(Sumber : Goodreads)

Judul Buku : Filsafat Islam: Dari Klasik Hingga Kontemporer

Penulis : Dr. H. A. Khudori Soleh M.Ag

Penerbit : Arr-Ruzz Media

Tebal :  308 halaman

Tahun Terbit : 2016

Kategori : Non-Fiksi, Filsafat, Islam

My Rated : 4/5


Hallo, Sobat Reader ! Kali ini aku mau mengulas buku yang membahas tentang filsafat Islam. Judulnya Filsafat Islam: Dari Klasik Hingga Kontemporer karya Dr. H. A. Khudori Soleh M.Ag.

Dalam buku ini dijelaskan bahwa filsafat adalah alat. Sebagai alat, ia tidak saja berfungsi mengantarkan kita untuk masuk memahami kehidupan, tetapi juga menemukan kearifan di balik kehidupan itu sendiri. Kearifan adalah puncak berfilsafat. Kearifan akan muncul jika antara aktualitas teori sebagai entitas filsafat dengan realitas perilaku kita berpadu : membumi dan nyata adanya.

Dalam Islam sendiri, perkembangan Filsafat ternyata mengalami fase naik-turun. Awalnya disambut baik karena diperlukan untuk menghadapi pemikiran-pemikiran ‘aneh’, tapi kemudian dicurigai karena ternyata tidak jarang justru digunakan untuk menyerang ajaran agama Islam sendiri, khususnya pada masa Ibn Hanbal, dimana gerakan filsafat dinilai mengandung dampak yang berbahaya bagi aqidah masyarakat.

Kemudian mendapat serangan dari Al-Ghazali yang notabene menurut penulis sesungguhnya lebih ditujukan pada aspek metafisikanya dan bukan pada logika atau epistemologinya, sesuatu yang menjadi inti pemikiran filsafat. Sebab, Al-Ghazali sendiri mengakui pentingnya logika dan menggunakannya untuk membumikan gagasan-gagasannya. Kemudian hidup lagi dimasa Ibn Rusyd, dan berkembang hingga kini.


“Dengan filsafat seseorang bisa berpikir sejauh dan seluas mungkin tetapi dengan adanya agama dan spiritualitas maka apa yang dipikirkan menjadi nyata dan menyakinkan, di samping tetap terkendali dan aman. Artinya, kedua sistem berpikir tersebut dapat saling mendukung dan menguatkan dalam upaya menumbuhkan kesadaran manusia akan tanggung jawabnya sebagai khalifah di bumi.” 

-Dr. H. A. Khudori Soleh M.Ag.


Menurut penulis, kajian-kajian filsafat Islam di Indonesia masih lebih banyak berkutat pada masalah sejarah dan metafisika. Padahal, kajian filsafat sesungguhnya bukan sekadar sejarah dan metafisika, melainkan juga epistemologi, etika, dan estetika; epistemologi adalah kajian tentang metodologi dan logika penalaran sehingga filsafat berarti kajian tentang cara berpikir, yaitu berpikir kritis-analisis dan sistematis. Artinya, filsafat lebih merupakan kajian tentang proses berpikir dan bukan sekadar kajian tentang sejarah dan produk pemikiran.

Maka, dalam buku ini tidak hanya menyajikan sejarah dan metafisika, tetapi juga epistemologi, etika, dan estetika. Dalam penjabaran metafisika, konsep-konsep metodologi atau pemikiran epistemologi masing-masing tokoh tetap disampaikan. Para filosof Muslim yang bisa dipelajari di buku ini antara lain : Al-Kindi, Al-Farabi, Al-Ghazali, Ibn Rusyd, Suhrawardi, Ibn Arabi dan Mulla Sadra. Semuanya bertujuan mengetahui hakikat realitas kehidupan dengan menggabungkan segenap sumber pengetahuan secara integratif: akal, intuisi, dan wahyu.


“Kita hendaknya tidak merasa malu untuk mengakui sebuah kebenaran dan mengambilnya dari mana pun dia berasal, meski dari bangsa-bangsa terdahulu ataupun dari bangsa asing. Bagi para pencari kebenaran, tidak ada yang lebih berharga kecuali kebenaran itu sendiri. Mengambil kebenaran dari orang lain tersebut tidak akan menurunkan atau merendahkan derajat sang pencari kebenaran, tetapi justru menjadikannya terhormat dan mulia” 

–Al Kindi


Sub-bagian epistemologinya sendiri menjelaskan tiga model epistemologi yang dikenal dalam Islam: bayânî, irfânî, dan burhânî. Epistemologi bayani mendasarkan diri pada teks, irfani mendasarkan diri pada intuisi atau pengalaman spiritual, sedangkan burhani menyandarkan diri pada kekuatan rasio atau akal, yang dilakukan lewat dalil-dalil logika. 

Al-Farabi (870-950 M), filosof yang digelari sebagai “Guru Kedua” (al-mu’allim al-tsânî) setelah Aristoteles (384–322 SM) sebagai “Guru Pertama” (al-mu’allim al-awwâl), menempatkan burhani sebagai metode paling baik dan unggul. Tetapi, Burhani masih terdapat kekurangan sehingga muncul iluminasi (isyrâqî) dari Suhrawardi yang memadukan metode burhani dengan metode irfani. Lalu muncul metode kelima, epistemologi transenden (hikmah al-muta`aliyah), yang dicetuskan Mulla Sadra (1571–1640 M) dengan memadukan tiga epistemologi dasar sekaligus: bayani yang tekstual, burhani yang rasional, dan irfani yang intuitif. Karena itulah, Mulla Sadra dinilai sebagai “Guru Ketiga” (al-mu’allim al-tsâlits) dalam filsafat Islam. Sebagai orang awam di bidang filsafat, menurutku buku ini cukup mencerahkan dalam mempelajari pemikiran filsafat Islam dengan segala dinamikanya.


“Dalamilah filsafat niscaya `kan kalian temui nuansa-nuansa indah juga kebenaran-kebenaran rasional yang menunjukkan betapa besar kekuasaan Tuhan.” 

-Dr. H. A. Khudori Soleh M.Ag.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam, Sobat Reader ! Terima kasih sudah berkunjung. Silahkan tinggalkan komentar, kesan atau pesan :)