Cover Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin (Sumber : Gramedia) |
Judul Buku : Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 264 halaman
Tahun Terbit : 2010
Kategori : Fiksi, Novel, Roman
My Rated : 4/5
Hallo, Sobat Reader ! Kali ini aku mau mengulas novel karya Tere Liye yang beberapa hari lalu direkomendasikan oleh followersku di Instagram. Judulnya Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, sound familiar ! Aku baca novel ini di IPUSNAS setelah mengantre beberapa hari, dan cukup puas dengan kisah dalam novel ini.
Membahas soal cinta atau perasaan, dengan berbagai macam teori dan cerita memanglah mudah, tapi bagaimana dengan mempraktekkannya ? Tidak sedikit kita jumpai bagaimana seseorang yang menyesal di kemudian hari karena tidak ataupun terlambat menyatakan perasaannya kepada orang yang disukai. Begitulah yang terjadi dalam kehidupan Tania, tokoh utama dalam novel ini. Seorang gadis kecil, yang hidupnya susah sepeninggal ayahnya sehingga harus mengamen bersama adiknya demi keberlangsungan hidupnya.
“Itulah masalahnya, dalam urusan perasaan, di mana-mana orang jauh lebih pandai "menulis" dan "bercerita" dibandingkan saat "praktik" sendiri di lapangan.”
-Tere Liye
Suatu hari, mereka bertemu dengan Danar, lelaki dewasa yang baik hati, ramah, dan dermawan yang membuat penderitaan Tania, Dede (adeknya) dan Ibunya berubah menjadi kehidupan yang lebih baik sekarang. Semakin waktu berlalu, Danar semakin hangat dengan keluarga ini, dan mulailah muncul perasaan itu dari Tania. Namun, usia mereka yang terpaut jauh membuat Tania ragu untuk mengungkapkan. Jadi, ia memilih menjadikan ‘energi’ cinta ini untuk terus semangat menjadi Tania yang lebih baik lagi, belajar sampai menjadi orang yang dewasa, cerdas dan membanggakan.
“Orang yang memendam perasaan sering kali terjebak oleh hatinya sendiri. Sibuk merangkai semua kejadian di sekitarnya untuk membenarkan hatinya berharap. Sibuk menghubungkan banyak hal agar harinya senang menimbun mimpi, Sehingga suatu ketika dia tidak tahu lagi mana simpul yang nyata dan mana simpul yang dusta”
-Tere Liye
Ternyata, cinta terpendam yang selama ini jadi energi penyemangat hidup Tania berbalik menjadi sesuatu yang menyedihkan, menyebalkan dan membuatnya terpuruk. Danar, Sang Malaikat penolong hidup Tania, membuat keputusan untuk melangkah tanpanya. Keputusan tak terduga ini menyisakan banyak teka-teki yang pada akhirnya, Tania mendapat jawabannya.
“Cinta tak harus memiliki. Tak ada yang sempurna dalam kehidupan ini. Dia memang amat sempurna. Tabiatnya, kebaikannya, semuanya. Tetapi dia tidak sempurna. Hanya cinta yang sempurna.”
-Tere Liye
Banyak pelajaran hidup yang bisa pembaca petik dari novel ini, antara lain tentang kedermawanan terhadap sesama, keharmonisan hubungan adek dan kakak, perjuangan merubah nasib hidup menjadi lebih baik, dan yang tak kalah penting tentang pesan tersirat untuk rajin membaca buku. Dalam kisah ini, tempat favorit Tania adalah lantai dua toko buku besar di kotanya, Kota Depok, yang menyimpan kenangan tak terlupakan. Hal ini bermula ketika Danar mengajak Tania dan Dede membeli buku di toko buku itu. Setelah itu mereka jadi suka membaca buku, bahkan Dede punya keinginan menjadi penulis.
"Daun yang jatuh tak pernah membenci angin.... Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya.Tidak sekarang, esok lusa kau akan tahu artinya.... Dan saat kau tahu apa artinya, semua ini akan terlihat berbeda"
-Tere Liye
Secara kisah, sebenarnya sederhana, tetapi Tere Liye berhasil memberikan nuansa yang sentimental sehingga aku terlarut dalam perasaan para tokohnya. Contohnya ketika Ibu Tania mengucapkan pesan-pesan terakhirnya yang bakal diingat terus oleh Tania, ini menjadi salah satu momen paling mengahrukan di buku ini. Yaa kalau boleh dibilang sih memang secara keseluruhan novel ini menyedihkan. So, buat kamu yang mencari novel tentang cinta dengan perbedaan umur yang cukup jauh dan apa saja isi pikiran wanita yang memendam perasaan cintanya kepada seseorang, novel ini cocok sekali untuk kamu baca.
"Bahwa hidup harus menerima... penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti... pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami... pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, dan pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan."
-Tere Liye
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Salam, Sobat Reader ! Terima kasih sudah berkunjung. Silahkan tinggalkan komentar, kesan atau pesan :)