Selasa, 16 Februari 2021

REVIEW BUKU REPUBLIK KEN AROK - CANDRA MALIK : SEKUMPULAN ESAI

Cover Buku Republik Ken Arok
(sumber: Gramedia)



Judul Buku : Republik Ken Arok

Penulis : Candra Malik

Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia

Tebal : 276 halaman

Tahun Terbit : 2016

Kategori : Non-Fiksi, Politik, Sosial-budaya

My Rated : 5/5


Hallo Sobat Reader ! Kali ini aku mau mengulas salah satu buku favorit yang pernah aku baca di IPUSNAS. Judulnya Republik Ken Arok, dari judul saja sudah bikin penasaran, kan ? Aku tertarik baca buku ini karena : pertama, belum pernah membaca karya Gus Candra Malik dan kedua, ingin belajar dari pandangan penulis tentang dinamika politik, sosial dan kehidupan bangsa Indonesia. 

Republik Ken Arok adalah kumpulan esai dari Sastrawan Sufi Indonesia, Candra Malik. Candra Malik dengan ketajaman penglihatan, ketenangan batin dan kejernihan pikirannya dalam buku ini menghadirkan pokok-pokok permasalahan kontemporer yang terjadi di kehidupan sehari-hari kita. Beliau memaparkannya dengan fasih menggunakan bahasa yang jernih dan mengalir, mengungkap sudut pandang dari berbagai sisi kemudian mengajak (menawarkan solusi) bagaimana cara menghadapinya.

Baru saja membaca bagian prolog yang ditulis oleh Mohamad Sobary, aku langsung tersentak. Alih alih fokus dengan esensi daripada “Ken Arok” itu sendiri, beliau malah menulis panjang lebar kritiknya kepada penulis maupun pembaca sastra di Indonesia. Menurut beliau, di negara kita banyak pembaca sastra yang hanya mengejar hiburan tanpa peduli atau mempertanyakan kedalamannya. Menurut beliau, mereka ini komunitas yang baik hati, yang puas memuja kedangkalan dan segenap kulit kehidupan yang tak menawarkan apapun yang lebih penting dari hiburan. 

Buku ini dibagi menjadi 5 bagian, yaitu Republik Ken Arok, Air Mata Gus Mus, Khilaf Dalam Insyaf, Spiritualitas Manusia dan Keganjilan Rahasia. Ken Arok menurut teorinya adalah Indonesia pada hari ini. Riwayat “Ken Arok” bermula dari antah berantah. Tetapi, sejarah menulis tidak terang, anak siapa dia. 

Namun noktah itulah yang justru menjadi titik berangkat kisah raja-raja berikutnya: sesiapa yang lahir dari kegelapan, dialah lembu peteng —istilah untuk anak sah sepasang aib dan tabu yang dikemudian hari muncul misterius, seolah selama ini dipingit sebagai rahasia, keluar saat politik menghendakinya. Tentu saja sebagai pemenang, sebagai pahlawan. Padahal, dia tidak diperhitungkan sebelumnya. Lembu peteng menjelma lorong waktu yang tiba-tiba memunculkan pemimpin demi pemimpin, entah dari mana. Secara terus-menerus sejak Negara Indonesia diproklamasikan, lalu kita terkesima dengan sosok kesatria yang penuh pesona dan lupa akan proses sejarah yang ada. Di bab awal buku ini memang lebih banyak membahas politik, reformasi keberagaman, ratu adil sampai mempertanyakan siapakah presiden Indonesia “Raya” ? karena ada dua nama negara disini, Indonesia (menurut proklamasi) dan Indonesia Raya (menurut lagu Indonesia Raya).

Tapi, buku ini tidak hanya membahas politik, banyak tema-tema lainnya yang ditulis dengan lihai sehingga enak untuk dibaca. Di bab selanjutnya, Air Mata Gus Mus, membahas tentang kondisi sosial masyarakat dalam kehidupan beragama. Menurutku, salah satu kalimat yang mewakili kondisi kita hari ini adalah...


“Keberagaman dalam keberagamaan tidak bisa dipaksakan menjadi keseragaman. Apalagi sangat mudah bisa diyakini bahwa agama yang baik dan benar, bahkan yang terbaik dan paling benar, adalah agama yang mengajarkan umat menyempurnakan akhlak mulia. Di dalam akhlak mulia itu hidup cinta sejati. Mereka yang berbeda janganlah disakiti, apalagi dihabisi. Ia yang berlainan janganlah dipinggirkan, lebih-lebih disingkirkan. Menjadi berbeda itu manusiawi. Dari hal-hal yang khas itulah terhimpun khazanah. Keberagaman.”

-Candra Malik 


Semakin menuju halaman akhir, semakin aku terkagum dengan kedalaman Candra Malik dalam mengurai sebuah persoalan. Namun, dalam buku ini beliau senantiasa rendah hati, tidak menganggap pendapatnya yang paling benar dan tidak ingin menggurui. Bahkan beliau mengaku menulis karena berawal dari ketidaktahuan. Dari ketidaktahuan itulah beliau berangkat ke mana saja menemukan pengetahuan baru dan pengetahuan lama. Tidak hanya dari membaca buku, tapi juga dari membaca penulisnya. Luar biasa. Jadi, bagi kamu yang haus sudut pandang baru dalam memandang kondisi Indonesia kontemporer, buku ini bisa jadi pilihan yang tepat!


"Subjektivitas rasa suka dan tidak suka sering membuat kita tidak objektif lagi. Padahal, mustahil sesuatu mengandung keburukan saja tanpa kebaikan. Musykil sesuatu berisi semata-mata kebaikan yang tanpa cela. Ada kebaikan di dalam keburukan, pun ada keburukan didalam kebaikan. Hanya jiwa yang tenang yang bisa menyelamatkan kebaikan di ceruk keburukan dan menyingkirkan keburukan dari selaput kebaikan, tanpa merusak. Jika dengan merusak, siapa pun bisa."
-Candra Malik


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam, Sobat Reader ! Terima kasih sudah berkunjung. Silahkan tinggalkan komentar, kesan atau pesan :)