Minggu, 21 Februari 2021

REVIEW BUKU NEGERI PARA BEDEBAH - TERE LIYE

 

Cover Buku Negeri Para Bedebah
(Sumber : Gramedia)

Judul Buku : Negeri Para Bedebah

Penulis : Tere Liye

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tebal :  444 halaman

Tahun Terbit : 2018

Kategori : Fiksi, Novel

My Rated : 4,5/5


Hallo, Sobat Reader ! Hahaha benar saja harusnya aku baca novel Negeri Para Bedebah (NPB) dulu baru baca Negeri Di Ujung Tanduk (NDUT), tapi aku justru membaliknya. Nggak kaget rasanya membaca novel ini seperti nonton film dengan alur mundur. Jadi, kusarankan lebih baik kamu membaca dengan urut, NPB dulu baru NDUT, hehe.

Setelah membaca keduanya, menurutku tensi tinggi yang disajikan di novel NDUT jauh lebih menegangkan daripada NPB. Wajar saja, karena Thomas (tokoh utama) dalam novel NPB masih sebagai konsultan keuangan dan baru melebarkan sayapnya menjadi konsultan politik di novel NDUT, tentunya semakin banyak ‘angin’ yang menerpa.

Perihal menulis novel, kemampuan Tere Liye tidak perlu diragukan lagi. Meskipun baru membaca dua karyanya, aku senang sekali dengan gaya berceritanya yang bikin penasaran. Dalam novel Negeri Para Bedebah ini, Tere Liye menggambarkan sosok Thomas dengan idealisme serta karakter petarung yang mentalnya sudah ditempa sejak kecil. Lahir di keluarga pengusaha, dihantam persekongkolan jahat hingga nyawa kedua orang tuanya melayang, pengalaman pahit ini mengajarkan Thomas untuk tumbuh menjadi orang yang berani dan tidak menjadi penghianat.


“Di negeri para bedebah, kisah fiksi kalah seru dibanding kisah nyata. Di negeri para bedebah, musang berbulu domba berkeliaran di halaman rumah. Tetapi, setidaknya, Kawan, di negeri para bedebah, petarung sejati tidak akan pernah berkhianat.”
-Tere Liye

Ceritanya di suatu negeri, ada persekongkolan orang ‘dalam’ yang merupakan kaki tangan dari sosok Tuan ‘Besar’ namun tidak ‘terlihat’ dalam percaturan ekonomi negeri itu untuk membuat Bank Semesta pailit. Pemilik Bank ini adalah Om Liem, konglomerat, pamannya Thomas. Meskipun Thomas tidak ada sangkut pautnya dengan Bank Semesta, ia merasa terpanggil untuk menyelamatkan Bank ini, uang para nasabah serta nyawa dan kehormatan pamannya. 

Adegan-adegan seperti meloloskan diri, baku hantam, baku tembak, kejar-kejaran, pencegatan, hadir silih berganti. Dalam 400-an halaman buku ini, pergerakan Thomas sangatlah cepat, pagi ia bisa di Jakarta, siang sudah di lautan, sore di pesawat, dst. Selain karakter Thomas yang bersinar dalam novel ini, tokoh-tokoh lainnya juga tidak kalah menarik perhatian pembaca. Seperti Maggie, staf kepercayaan Thomas yang begitu cekatan dalam mencari informasi dan melaksanakan perintah. Julia, seorang wartawan yang selalu semangat mengejar narasumber hingga seringkali harus ‘terjebak’ dalam jatuh-bangunnya Thomas menjalankan strategi menghadapi ‘kekuatan besar’. Dan juga sosok Opah, petuap ataupun kisah yang sering diceritakan kepada Thomas pada masa kecil, menjadi inspirasi ketika Thomas dalam keadaan sulit.

Bagiku, Thomas memanglah sosok petarung sejati, berani menghadapi ‘lawan’ meskipun secara matematis ia kalah jumlah dan kekuatan. Namun, berbekal keberanian, pemikiran brilian tentang rencana yang akan dilakukan, koneksi jaringan yang luas, jadilah sebuah ‘perlawanan’ yang nekat, karena ia tidak mau disebut hebat. Sebaliknya, sosok Tuan ‘Besar’ sejatinya tidaklah ‘besar’, bahkan lebih cocok disebut pengecut! karena bersembunyi dibalik perlindungan oknum aparat dan para penghianat yang bisa dimanfaatkan dengan iming-iming dan janji manis materi alias uang.  


“Kaubayangkan, ketika satu kota dipenuhi orang miskin, kejahatan yang terjadi hanya level rendah, perampokan, atau tawuran. Kaum proletar seperti ini mudah diatasi, tidak sistematis dan jelas tidak memiliki visi-misi, tinggal digertak, beres. Bayangkan ketika kota dipenuhi orang yang terlalu kaya, dan terus rakus menelan sumber daya di sekitarnya. Mereka sistematis, bisa membayar siapa saja untuk menjadi kepanjangan tangan, tidak takut dengan apa pun. Sungguh tidak ada yang bisa menghentikan mereka selain sistem itu sendiri yang merusak mereka.”
-Tere Liye


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam, Sobat Reader ! Terima kasih sudah berkunjung. Silahkan tinggalkan komentar, kesan atau pesan :)