Judul Buku : Perempuan Ulama Di Atas Panggung Sejarah
Penulis : K.H. Husein Muhammad
Penerbit : IRCiSoD
Tebal : 235 halaman
Tahun Terbit : 2020
Kategori : Non-Fiksi, Agama
My Rated : 4,5/5
Hallo, Sobat Reader !
Kali ini aku mau mengulas buku yang akan membuka mata kita tentang eksistensi dan kontribusi nyata dari Perempuan Ulama yang selama ini mungkin masih tersisihkan di panggung sejarah peradaban Islam. Buku ini berjudul Perempuan Ulama Di Atas Panggung Sejarah karya K.H. Husein Muhammad.
#DESKRIPSI
Ada banyak perempuan ulama, cendekia, intelektual, dan pemilik pengetahuan Islam yang luas serta mendalam. Bahkan, mereka boleh jadi merupakan para pejuang keadilan dan kemanusiaan. Sayangnya, sejarah dan aktivitas keilmuan serta sosial mereka tidak banyak direkam dan diabadikan oleh para penulis buku-buku sejarah Islam, bahkan mereka cenderung dilupakan.
Nah, buku ini merekam sejarah hidup dan perjalanan lengkap sekitar tiga puluh tokoh perempuan ulama dari berbagai penjuru dunia Islam, termasuk Indonesia. Buku ini sangatlah penting untuk dihadirkan ke sidang pembaca agar publik mengetahui lebih jauh rekam jejak perjuangan kaum perempuan dengan kapasitas intelektual dan keilmuan serta peran sosial yang setara, bahkan sebagian lebih unggul daripada laki-laki.
Inilah sebuah buku yang sangat istimewa, terlebih ia ditulis secara apik oleh K.H. Husein Muhammad, seorang cendekiawan muslim Tanah Air yang sudah sejak lama berkiprah dan berjuang untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan bagi kaum perempuan.
#ULASAN
Perempuan Ulama diatas Panggung Sejarah berisi uraian singkat dari tiga puluh tokoh yang menarik menurut penulis dari sekian banyak perempuan ulama. Selain itu, penulis juga mengisahkan perjuangan panjang kaum perempuan Indonesia untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan.
Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) 2017 merupakan momen bersejarah bagi gerakan perempuan Indonesia sekaligus cikal bakal kaum perempuan muslim Indonesia yang bekerjasama dengan laki-laki untuk menegakkan keadilan sosial tanpa diskriminasi. Kongres ini menghasilkan Ikrar Kebon Jambu yang intinya merupakan deklarasi tentang reeksistensi ulama perempuan. Ulama perempuan yang sesungguhnya telah eksis dan berperan aktif dalam berbagai ruang kehidupan, namun tersisihkan bahkan tenggelam dalam tumpukan produk-produk kebijakan politik patriarkisme.
Perjuangannya memang tidaklah mudah. Masalah utamanya terletak pada kita, masyarakat, budaya, tradisi, politik, instrumen-instrumen hukum, pandangan keagamaan, dan kebijakan lain dalam memberi ruang dan akses yang sama untuk laki-laki dan perempuan.
Melalui buku ini, penulis berharap semakin banyak masyarakat Indonesia yang menyadari perempuan ulama berperan penting dalam sejarah peradaban Islam. Kenyataan bahwa hari-hari ini dalam banyak hal, peran dan ruang bagi perempuan, apalagi perempuan ulama masih jauh dari kata adil, maka mengutip kalimat K.H. Husein Muhammad dalam buku ini, "Usaha usaha untuk menegakkan keadilan dan menciptakan kesejahteraan masyarakat memang tidak boleh berhenti."
Apabila firman Tuhan dalam Al-Qur'an menyerukan keadilan dan baik laki-laki maupun perempuan berhak untuk memahami berbagai ilmu pengetahuan. Sedangkan pada nyatanya masih ada perempuan yang geraknya dibatasi hanya di dalam rumah, menunggu dan melayani, aktivitas intelektualnya dibatasi, tidak boleh menjadi pemimpin, belum lagi stigma 'liberal, sesat, dsb' yang tersemat apabila rasionalitas mereka berkembang. Maka, sudah semestinya tradisi dan ideologi patriarki seperti ini dikritisi dan diubah menjadi keadilan berdasarkan gender.
“Konservatisme dan pengulang-ulangan suatu pemikiran atau pemahaman keagamaan yang dilakukan dalam waktu yang panjang dan tanpa kritik, serta ditransfer melalui metode doktrinal, pada gilirannya akan melahirkan keyakinan bahwa produk pikiran yang diwariskan tersebut ialah kebenaran agama atau keyakinan itu sendiri beserta seluruh makna sakralitas dan universalitasnya. Maka, yang terjadi ialah universalisasi atas norma partikular dan partikularisasi norma universal. Keadaan ini sesungguhnya berpotensi menimbulkan problem serius dalam dinamika kebudayaan dan peradaban. Cara pandang konservatisme yang berlarut-larut ini berpotensi berkembang menjadi ekstrimisme.”
“Mereka (publik) berdalih dengan hadits Nabi Saw., “Aku tidak meninggalkan suatu 'fitnah' yang lebih membahayakan laki-laki selain perempuan.” Hadits ini dimaknai bahwa perempuan harus dikurung di dalam rumahnya agar tidak membikin kehancuran kaum laki-laki. Bukannya bermakna bahwa kalian harus menghormati kaum perempuan. Jangan mengganggu mereka. Jangan merendahkan mereka. Jangan melecehkan mereka. Sebab, jika kalian melakukannya, kalian akan merugi dan menjadi nista.“
“Feminis adalah orang yang memiliki kesadaran tentang adanya perendahan, diskriminasi, dan penindasan terhadap perempuan. Kesadaran ini kemudian ditindaklanjuti dengan upaya-upaya dan aksi untuk mengatasi problem tersebut. Seseorang dapat dikategorikan sebagai feminis, laki-laki maupun perempuan, selama ia memiliki kesadaran akan adanya diskriminasi dan penindasan terhadap perempuan yang diakibatkan oleh berbagai hal, dan pada saat yang sama ia juga melakukan gerakan untuk mengeliminasi, bahkan menghapuskan penindasan tersebut.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Salam, Sobat Reader ! Terima kasih sudah berkunjung. Silahkan tinggalkan komentar, kesan atau pesan :)