Jumat, 02 Juli 2021

REVIEW BUKU MERAWAT BAHAGIA - ADJIE SANTOSOPUTRO

 


Judul Buku : Merawat Bahagia

Penulis : Adjie Santosoputro

Penerbit : Metagraf

Tebal :  176 halaman

Tahun Terbit : 2018

Kategori : Non-Fiksi, Self Improvement

My Rated : 4,5 / 5


Hallo, Sobat Reader ! Kali ini aku mau mengulas buku karya psikolog idolaku, Adjie Santosoputro, yang pernah aku baca di IPUSNAS. Buku ini berjudul Merawat Bahagia. Buku ini adalah sebuah rampai renungan untuk menemukan kembali apa yang paling penting di tengah ruwetnya hidup.


#DESKRIPSI

Hari-hari ini, variasi masalah dalam hidup seolah tak berujung, apalagi di tengah rutinitas sehari-hari yang makin semrawut sehingga membuat kita rentan terhadap stres.

Pikiran kita menjadi demikian lemah dan mudah mengembara sehingga tidak fokus dan lupa mensyukuri nikmat napas yang dihadirkan Tuhan di sini-kini. Kita begitu mudah untuk tidak sadar penuh dan dan sering tidak hadir utuh saat menghabiskan waktu bersama orang-orang yang kita cintai.

Kita juga sering menyesali atas apa yang sudah terjadi dan khawatir atas apa yang akan terjadi di masa depan. Akibatnya, setiap hari kita terperangkap dalam ketakbahagiaan. Setiap waktu kita terkungkung oleh ketaksehatan pikiran. Setiap mengambil keputusan kita terjerat dengan ketakwarasan jiwa.

Saatnya berubah menuju hidup yang lebih sehat, waras, dan bahagia. Merawat Bahagia adalah sebuah buku yang mengajak kita untuk lebih memahami hal-hal esensial dalam yang sering kita lupakan dan abaikan.


#ULASAN

Sesuai dengan yang tertulis di sampul buku ini, “Sebuah Rampai Renungan”, halaman yang biasanya disebut ‘Daftar Isi’, ternyata dalam buku ini Adjie Santosoputro menyebutnya “Daftar Renungan.”

Buku ini mengajak pembacanya untuk melihat poin-poin renungan ini secara tenang dan bijak. Poin-poin yang dibahas pun sejatinya adalah hal-hal esensial dalam kehidupan kita, baik itu sifatnya eksternal maupun internal. Setiap selesai membaca satu bab, aku mengikuti saran penulis yaitu istirahat sejenak sembari menikmati napas yang patut kita syukuri di sini-kini. Yah, memang harus diakui, sesederhana itu saja bisa membuatku sadar dan fokus ‘di sini-kini’ sehingga tidak ter-distract ke masa lalu maupun masa depan.

Dari sekian poin renungan, ada tiga yang paling membekas bagiku. Pertama, tentang pasangan hidup, bahwa seindah-indahnya hubungan cinta adalah yang berulang kali jatuh cinta untuk pertama kalinya pada orang yang sama. Karena pada dasarnya sebuah hubungan cinta yang sempurna adalah ketika kita ikhlas menerima ketaksempurnaan pasangan hidup kita. Kedua, ketika kita dihadapkan dengan rasa marah, kita punya dua pilihan : menjadi penonton atau pelaku. Sebaiknya kita menjadi penonton, dengan begitu kita memberi jarak antara diri kita dengan rasa marah, sehingga di dalam ruang yang berjarak itu, kita memiliki kesempatan lebih tenang untuk memutuskan sebuah respon. Dan ketiga, bahwa kebahagiaan tercipta saat mampu menerima segala yang ada. Layaknya menerima bunga mawar, tak hanya keindahan kelopaknya, tetapi juga ketajaman durinya.

Buku yang menenangkan. Bahasanya ringan, layout-nya sederhana dan nyaman dibaca. “Merawat Bahagia” cocok untuk mengingatkan kita tentang hal-hal esensi dari kehidupan yang sebenarnya simpel, tapi terkadang luput menyadarinya. Salah satunya seperti inti konsep “mindfulness” yang diajarkan penulis, yaitu membawa jiwa dan raga kita sadar penuh, hadir utuh, di sini-kini.

Beberapa kutipan yang membekas bagiku :

“Percayalah, di alam semesta ini keinginan selalu lebih banyak daripada kebutuhan. Dan jumlah berkah yang memang hak kita selalu tidak pernah kurang untuk mencukupi kebutuhan. Kalau berkah yang didapat memang hak kita, hidup kita tenang, jiwa kita pun bahagia.”

“Satu-satunya cara agar kita memiliki sebuah hubungan cinta yang sempurna adalah dengan ikhlas menerima ketaksempurnaan pasangan hidup. Kehadirannya sudah cukup untuk membuat hidup kita sempurna, begitu pula segala apa yang ada pada dirinya.”

“Kebahagiaan tercipta saat mampu menerima segala yang ada. Layaknya menerima bunga mawar, tak hanya keindahan kelopaknya, tetapi juga ketajaman durinya…”

- Adjie Santosoputro -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam, Sobat Reader ! Terima kasih sudah berkunjung. Silahkan tinggalkan komentar, kesan atau pesan :)