Minggu, 14 Maret 2021

REVIEW BUKU PEREMPUAN DI TITIK NOL - NAWAL EL SAADAWI

 

Cover Buku Perempuan di Titik Nol
(Sumber : Mojok)

Judul Buku : Perempuan di Titik Nol

Penulis : Nawal El-Saadawi

Penerbit : Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Tebal :  156 halaman

Tahun Terbit : 2002

Kategori : Fiksi, Novel Klasik

My Rated : 4/5


Hallo, Sobat Reader ! Kali ini aku mau mengulas salah satu buku terjemahan dari Timur Tengah yang cukup ramai diperbincangkan di Indonesia. Judulnya Perempuan di Titik Nol karya Nawal El-Saadawi.

Nawal El-Saadawi ialah seorang dokter bangsa Mesir. Ia terkenal di seluruh dunia sebagai novelis dan penulis wanita. Ia pernah sampai dibebastugaskan dari jabatan Direktur dan Pemimpin Redaksi Majalah Health akibat buku pertamanya , 'Women and Sex'. Tapi Saadawi tidak dapat dihalangi, ia terus menerbitkan buku-buku tentang status, psikologi dan seksualitas wanita. Dan salah satu karya fenomenalnya ialah, Women at Point Zero.

Perempuan Di Titik Nol ini diangkat dari kisah nyata. Berawal dari penelitian yang dilakukan Saadawi di salah satu penjara Mesir, hingga akhirnya ia bertemu Firdaus, perempuan yang sedang menunggu hari kematiannya di balik jeruji besi akibat kasus pembunuhan terhadap laki-laki. Namun, bagi Saadawi, ia sama sekali tidak melihat kejahatan itu ada pada Firdaus, lewat sorot tajam matanya membuat Saadawi penasaran ingin mengetahui lebih dalam apa sebenarnya yang terjadi.

Hidup Firdaus telah hancur sejak ia kecil. Memiliki ayah yang bersikap bak raja dengan kegoisannya bertindak semena-mena kepada semua anaknya. Bahkan terbiasa menjadi objek seksual dari teman kecilnya dan pamanya sendiri. Ketika beranjak dewasa, dinikahkan dengan suami tua, dan mendapat perlakuan seperti budak. Merasa tak tahan, ia memilih kabur dan hidup di jalanan. 

Menjalani lika-liku kerasnya kehidupan, dia berpindah-pindah tempat. Dia pun tiba pada titik dimana keyakinan akan tubuhnya bisa memberi penghidupan yang lebih layak, bahwa ia berkuasa penuh atas tubuhnya, dan ia pun memilih untuk menjadi pelacur, bahkan menjadi pelacur kelas atas di kota Kairo, memiliki nama yang mentereng. Dari semua orang laki-laki yang dia temui, mereka selalu berkata ingin menyelamatkannya, namun pada akhirnya hanya akan memeras tubuhnya. Kebenciannya pada laki-laki semakin tak terbantahkan.


“Saya tahu bahwa profesiku ini telah diciptakan laki-laki, dan bahwa lelaki mengusai dua dunia dunia kita, yang di bumi, dan yang di alam baka. Bahwa lelaki memaksa perempuan menjual tubuh mereka dengan harga tertentu, dan bahwa tubuh yang paling murah di bayar adalah tubuh sang istri. Semua perempuan adalah pelacur dalam satu atau lain bentuk. Karena saya seorang yang cerdas, saya lebih menyukai menjadi pelacur bebas dari pada seorang istri yang diperbudak.”

-Nawal El-Saadawi


Fridaus, berawal dari putri desa, menjadi istri lelaki tua nan kaya, pernah menjadi karyawan hingga simpanan orang, sampai akhirnya menjadi pelacur dan membunuh seorang laki-laki. Sangat suram, tragis dan miris. Melalui kisahnya, membuat pembaca masuk kedalam bobroknya masyarakat yang didominasi oleh kaum laki-laki. Sistem masyarakat bahkan pemerintahan yang kental dengan budaya patriarki dikritik habis oleh Firdaus. Bagaimana perasaan pembaca tidak tergoncang dengan kalimat-kalimat sarastik yang menggambarkan jeritan penderitaan dan pemberontakan perempuan yang tertindas ?


“Saya dapat mengetahui bahwa semua yang memrintah adalah laki-laki. Persamaan di antara mereka adalah kerakusan dan kpribadian ang penuh distorsi, nafsu tanpa batas mengumpulkan duit, mendapatkan seks dan kekuasaan tanpa batas. Mereka adalah lelaki yang menaburkan korupsi di bumi, yang merampas rakyat mereka, yang bermulut besar, berkesanggupan untuk membujuk, memilih kata-kata manis, dan menembakkan kata-kata bercun. Karena itu, kebenaran tentang mereka hanya terbuka setelah mereka mati, dan akibatnya saya menemukan bahwa sejarah cendrung mengulangi dirinya dengan kekerasan kepala yang dungu.”

-Nawal El-Saadawi


Buku ini kecil, tapi keras dan pedas. Mengandung suatu pesan yang kuat dan berharga untuk diketahui banyak orang, sebuah kebenaran yang tragis, penuh ironi tentang ketidakadilan. Pengantar yang ditulis oleh Mochtar Lubis merupakan sebuah bagian yang penting di dalam buku karena memberi buku ini sebuah makna yang lebih berarti, tentang relevansi isi novel ini dengan kenyataan di Indonesia. Apa yang dialami Firdaus, mungkin saja juga dialami oleh perempuan yang hidup di lingkungan yang didominasi budaya patriarki. Maka dari itu, terlepas dari pilihan hidup Firdaus untuk menjadi pelacur, novel ini berpesan kepada perempuan untuk kuat dan berani memperjuangkan haknya, agar tak tertindas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam, Sobat Reader ! Terima kasih sudah berkunjung. Silahkan tinggalkan komentar, kesan atau pesan :)